PENTINGNYA POLA PENDIDIKAN KONSERVASI DALAM KURIKULUM PENDIDIKAN NASIONAL

Oleh: Yus Wong Banyumas
     
A. Sistem Pendidikan

     Dalam konteks berbangsa dan bernegara, pendidikan memiliki keterkaitan yang erat dengan kebangsaan. Setiap negara mempunyai rakyat sebagai penduduk/warga negaranya. Penduduk pada suatu negara adalah bangsa bagi negaranya. Keyakinan kebangsaan semacam ini merupakan dasar yang sangat kuat bagi pelaksanaan pendidikan kebangsaan. Setiap orang yang menjalankan pendidikan kebangsaan itu pertama-tama harus mempunyai keyakinan kebangsaan. Dengan ditambahnya kecintaan pada bangsa, akan lebih dalam dan lebih tandas persamaan-persamaan perasaan dan kemauan kita sehingga terjadilah rasa dan tekad yang satu, tekad yang tidak dapat dipatahkan kekuatan-kekuatan manusia dalam tujuannya kepada terwujudnya hidup bangsa yang terhormat, bangsa yang hidup sama tinggi dan sama rendah dengan bangsa lain dan menjalankan kewajibannya menjunjung tinggi bendera kemanusiaan.

     Lahirnya suatu sistem pendidikan hasil suatu perencanaan menyeluruh melainkan langkah demi langkah melalui eksperimentasi dan didorong oleh kebutuhan praktis di bawah pengaruh kondisi sosial, ekonomi dan politik yang berlaku sejak jaman kolonialisme di Nederland maupun Hindia Belanda2. Dengan demikian sistem pendidikan di Indonesia yang berlaku saat ini merupakan bentuk kontinuitas perubahan dan perkembangan yang terjadi sejak masa penjajahan, masa pergerakan kemerdekaan, pasca kemerdekaan, Orde Lama, Orde Baru hingga sekarang berlangsung pada Orde Reformasi.

     Pengertian sistem pendidikan nasional telah didefinisikan oleh I.L. Pasaribu dan B. Simanjutak secara rinci terdiri dari tiga komponen, yaitu sistem, pendidikan dan nasional. Sistem adalah suatu kewatuan yang terorganisir yang terdiri atas sejumlah komponen yang saling berhubungan satu sama lain dalam rangka mencapai tujuan yang diinginkan. Pendidikan adalah suatu proses dimana manusia membina perkembangan manusia lain secara sadar dan sistematik sehingga terjadi suatu proses si pembina membantu yang dibina agar cakap menyelesaikan hidupnya atas tanggung jawab sendiri. Adapun nasional adalah sikap mental yang diterima bagi seluruh golongan di seluruh wilayah Indonesia atas dasar Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dengan demikian pendidikan nasional adalah sistem pendidikan yang diterima bagi seluruh rakyat Indonesia yang mendasarkan diri pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 19453. Sistem pendidikan nasional adalah satu keseluruhan yang terpadu dari semua satuan dan kegiatan pendidikan yang berkaitan satu dengan lainnya untuk mengusahakan tercapainya tujuan pendidikan nasional.

     Pendidikan nasional memiliki tujuan yang sangat mulia sebagaimana tercantum di dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945: “memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia, berdasarkan Pancasila. Pada masa pemerintahan Orde Lama telah dirumuskan tujuan pendidikan nasional melalui produk-produk hukum yang diberlakukan pada masa itu. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950 jo Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1954 tentang Pendidikan dan Pengajaran bab II pasal 3 menyebutkan: “Tujuan pendidikan dan pengajaran ialah membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air”.

     Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tantang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3 menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

     UU Sisdiknas (Pasal 4) menyebutkan bahwa pendidikan nasional dilaksanakan dengan prinsip:

  • Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
  • Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna.
  • Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
  • Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran.
  • Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat. 
  • Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan. 

B. Konservasi

     Adam Smith melalui bukunya yang berjudul An Inquiry In To The Nature And Causes Of The Wealth Nations, telah membuat semangat industrialisasi menjadi berkobar. Dengan bukunya tersebut, ia menggemparkan bangsa Inggris hingga pecahlah revolusi industri tahun 1802. Manusia menjadi gigih menciptakan berbagai mesin baru, alat-alat produksi yang canggih yang kelak melahirkan kapitalisme gaya baru serta ambisi-ambisi baru kolonialisme. Dampak dari teori Adam Smith ini ternyata begitu meluas. Pada gilirannya terjadi ekploitasi alam, pemanfaatan tenaga manusia yang murah terjadi secara besar-besaran serta invasi atas dasar ekonomi terhadap bangsa lain tanpa memperhitungkan aspek kemanusiaan. Di sisi lain usaha menumpuk kekayaan dengan menghalalkan segala cara seakan sudah dilegitimasi secara ilmiah.

     Akibat tindakan tersebut, kini beberapa kawasan dunia yang sangat penting bagi keanekaragaman hayati terancam akibat kurangnya kesadaran dan dukungan  masyarakat setempat. Namun demikian, diluar semua itu, justru muncul kesadaran dari sebagian bangsa untuk melakukan perlawanan melalui berbagai cara yang ditengarai melalui berdirinya berbagai organisasi konservasi alam-lingkungan, misalnya Green Peace, The Nature Conservancy, dan WWF. Program peningkatan kesadaran yang terarah dapat secara drastis  membangun  bentuk untuk konservasi dengan cara membangun konstituen yang diperlukan untuk  membuat perubahan kebijakan, perundang-undangan dan penciptaan kawasan konservasi baru; dengan  pendanaan oleh swasta  maupun publik dari dalam dan luar negeri; dengan  mengubah perilaku  masyarakat menuju kepada perilaku yang lebih lestari dan dengan menitikberatkan perhatian masyarakat kepada ekisistensi atau spesies yang terancam.

     Secara harafiah konservasi memiliki pengertian sebagai sebuah usaha mempertahankan atau melestarikan dengan adanya kemungkinan adanya perubahan-perubahan dengan tanpa mengubah substansi di dalamnya. Istilah “konservasi” banyak digunakan terkait dengan berbagai persoalan, seperti kelestarian bumi dan alam semesta, kebudayaan, hayati, hingga kelestarian kehidupan manusia itu sendiri. Salah satu konsep konservasi alam adalah bahwa alam ini merupakan pinjaman anak cucu kita. Kita harus dapat memanfaatkan alam secara lestari tanpa harus mengganggu bahkan merusak kesempatan anak cucu kita untuk memanfaatkannya juga. Kata kuncinya adalah keberlanjutan atau sustainability.

     Dalam bidang sumberdaya hayati, lembaga konservasi bergerak di bidang konservasi tumbuhan dan atau satwa liar di luar habitatnya (ex-situ), yang berfungsi untuk pengembangbiakan dan atau penyelamatan tumbuhan dan atau satwa, dengan tetap menjaga kemurnian jenis, guna menjamin kelestarian keberadaan dan pemanfaatannya. Lembaga konservasi mempunyai fungsi utama pengembangbiakan dan atau penyelamatan tumbuhan dan satwa, dengan tetap mempertahankan kemurnian jenisnya. Lembaga konservasi, juga mempunyai fungsi sebagai tempat pendidikan, peragaan, penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan, sarana perlindungan dan pelestarian jenis, serta sarana rekreasi yang sehat. Pengelolaan lembaga konservasi dilakukan berdasarkan etika dan kaidah kesejahteraan satwa.

     Di Indonesia, usaha terhadap perlindungan alam tidak saja dilakukan oleh lembaga konservasa saja, tetapi juga melalui kesadaran budaya dalam konteks berkesenian. Sebagai contoh, Java Festival Production sebagai penyelenggara Jakarta International Java Jazz Festival 2008 telah melakukan kerja sama dengan tiga lembaga konservasi alam dunia, yaitu Conservation International Indonesia, The Nature Conservancy, dan WWF Indonesia. Kerja sama ini menyerukan kepada para penonton untuk mengurangi emisi karbon yang dikeluarkan melalui gaya hidup sehari-hari. Penggemar musik jazz diajak untuk mencintai dan melindungi bumi melalui berbagai perubahan kecil dalam kebiasaan hidup sehari-hari yang semakin ramah lingkungan. Demikian menurut press release yang dikirim oleh pihak Java Festival Production (Java Festival Production, 2008).

     Kesadaran semacam ini sangat penting, mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari lebih kurang 17.500 pulau dengan garis pantai kira-kira sepanjang 81.000 km dan luas laut sekitar 5,8 juta km² yang terdiri dari 0,3 juta km² perairan teritorial, 2,8 juta km² perairan nusantara dan 2,7 juta km² Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia7. Namun saat ini terdapat kecenderungan yang mengancam kapasitas berkelanjutan (sustainable capacity) dari ekosistem tersebut, seperti pencemaran perairan, kondisi tangkap lebih (overfishing), degradasi fisik habitat pesisir utama (mangrove dan terumbu karang), dan abrasi pantai.

     Usaha konservasi alam dan sumber hayati memiliki peran yang sangat penting untuk memerangi kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh manusia dalam menyikapi kontinuitas dan sustainabilitas alam semesta. Pandangan sekuler modern telah menciptakan berbagai masalah dalam hubungan manusia dengan alam, dan gangguan-gangguan tatanan alam. Bahkan saat ini masalah tersebut sudah bisa di katakana mengarah pada apa yang kita kenal sebagai krisis ekologis. Manusia modern menjadi semakin teralienasi dari alam, setelah mereka menciptakan jurang yang tak terjembatani antara keduanya, yakni manusia sebagai subjek dan alam sebagai objek.

     Dengan memandang alam semata-mata sebagai objek, nafsu manusia modern melalui sains dan teknologi, telah mendominasi dan mengeksploitasi alam secara kasar untuk memenuhi tuntutan nafsu mereka yang terus menerus meningkat dan tidak pernah ada puasnya. Akibatnya, keberadan alam saat ini dalam proses kehilangan kemampuannya untuk memberikan sumber dayanya dan untuk mempertahankan keseimbangan ekologisnya.

     Krisis ekologi terjadi karena negara, pemodal, dan sistem pengetahuan 'modern' telah mereduksi alam menjadi onggokan komoditi yang bisa direkayasa dan dieksploitasi untuk memperoleh keuntungan ekonomi jangka pendek. Eksploitasi hutan, industri keruk kekayaan tambang telah mengganggu dan menghancurkan fungsi-fungsi ekologi dan keseimbangan alam. Privatisasi kekayaan alam hanya diperuntukkan semata-mata tujuan komersial, bahkan dengan alasan konservasi sekalipun telah menjauhkan akses dan kontrol rakyat pada sumber-sumber kehidupan. Pada gilirannya, berbagai bencana lingkungan, seperti kebakaran hutan dan lahan, banjir, kekeringan, pencemaran, dan krisis air telah menjadi bencana yang harus diderita oleh rakyat dari tahun ke tahun.

     Krisis ekologi mencerminkan terjadinya defisit nilai kedaulatan serta keadilan yang kemudian bertemu dalam defisit kesejahteraan. UU Nomor 23 Tahun 1997 mendefinisikan lingkungan hidup sebagai kesatuan ruang dengan segala benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Sehingga, secara eksplisit, dapat dinyatakan bahwa tingkat kelangsungan perikehidupan dan kesejahteran manusia ditentukan oleh kualitas lingkungan hidup.

     Kemiskinan dapat didefinisikan sebagai hilangnya potensi ketahanan dan keberlanjutan ekologi serta potensi ketahanan dan keberlanjutan sosial. Adapun ketahanan dan keberlanjutan ekologi mengacu kepada ketersediaan daya dukung tanah, air, udara, dan keanekaragaman kehidupan dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Sedangkan, ketahanan sosial mengacu kepada daya dukung kelembagaan sosial, baik pada aspek politik, ekonomi, dan budaya. Sehingga reformasi pengelolaan lingkungan hidup harus mengacu kepada upaya penguatan ketahanan dan keberlanjutan ekologi dan sosial ini.

     Lantas, bagaimana dengan peran mahasiswa? Berbagai upaya telah dilakukan. Mulai dari aksi, seminar, lokakarya dan sosialisasi. Namun alih-alih memperbaiki alam, justru laju kerusakan alam kian hari kian mencemaskan, maka tidak heran jika Guinness World Records, atau Rekor Dunia Guinness, dalam buku rekornya pada edisi tahun 2008 akan memasukkan Indonesia sebagai negara dengan tingkat kehancuran hutan tercepat di dunia. Laju deforestasi Indonesia mencapai 1,8 juta hektar per tahun. Data itu merupakan rata-rata catatan laju pengrusakan hutan di Tanah Air tahun 2000-2005. Sedangkan, pencantuman urutan rekor itu sendiri dihitung dari catatan 44 negara yang secara kolektif memiliki 90 persen hutan dunia.8
     
C. Pola Pendidikan Konservasi

     Berbagai komunitas dan bangsa-bangsa di dunia telah menempatkan bidang/sektor pendidikan menjadi salah salah satu bidang terpenting dalam membangun sebuah bangsa dan sumberdaya manusia.  Pendidikan sendiri merupakan sebuah investasi jangka panjang.  Berbagai bangsa di dunia telah mengembangkan sebuah sistem pendidikan yang maju dengan satu tujuan yaitu untuk membangun kekuatan sumberdaya manusia yang mempunyai karakter yang baik,benar dan kuat.  Salah satu tujuan besar pendidikan ialah membentuk karakter perilaku manusia. Pendidikan lingkungan merupakan salah satu metode pendidikan yang mentitik beratkan pada proses-proses hubungan  antara manusia dengan alam lingkungannya.

     Berpijak dari fondasi yang sama, pendidikan lingkungan mempunyai tujuan yaitu untuk membantu kelompok-kelompok sosial masyarakat dan individu untuk mengembangkan sebuah kesadaran, sensitifitas, perilaku, dan sebuah ketrampilan dalam memetakan dan mengembangkan solusi bagi permasalahan atau isu lingkungan. Selain itu, pendidikan lingkungan juga dapat memberikan sebuah peluang bagi sebuah kelompok sosial maupun individu untuk secara aktif terlibat dalam upaya-upaya penyelesaian permasalahan lingkungan. Melalui program-program pendidikan lingkungan, Peka Indonesia berkomitmen untuk memperkuat gerakan sosial masyarakat dalam menangani isu-isu lingkungan baik di daerah perkotaan maupun bagi masyarakat-masyarakat rural yang hidup di sekitar kawasan konservasi dan sekitar kawasan hutan. 9

     Pendidikan dapat menjadi media yang sangat efektif bagi terlaksananya usaha mensosialisasikan konsep-konsep konservasi alam kepada masyarakat. Pendidikan dan konservasi alam itu mempunyai satu kesamaan yaitu jangka panjang. Apa yang kita lakukan sekarang baru dapat tampak hasilnya pada sekian tahun mendatang. Istilah konservasi alam yang dimaksud di sini adalah konservasi sumber daya alam hayati. Berdasarkan U.U. No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, yang dimaksud dengan konservasi sumber daya alam hayati adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya. Sedangkan yang dimaksud dengan sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumber daya alam nabati (tumbuhan) dan sumber daya alam hewani (satwa) yang bersama dengan unsure nonhayati di sekitarnya secara keseluruhan membentuk ekosistem.

     Pola pendidikan konservasi sesungguhnya tidak pernah disebutkan secara aksplisit (tersurat) di dalam peraturan-perundangan yang terkait dengan sistem pendidikan. Namun demikian tidak satu pun peraturan-perundangan yang terkait dengan sistem pendidikan yang menolak pelaksanaan konservasi di dalam pelaksanaan implementasinya. Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menjadi dasar pelaksanaan pendidikan di Indonesia saat ini telah di-break down ke dalam KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). KTSP memberikan peluang bagi setiap sekolah untuk melaksanakan kurikulum sesuai dengan setiap potensi yang terdapat di lingkungan sekitarnya. Bahkan jauh hari sebelum terbitnya KTSP juga sudah dilaksanakan program-program pembelajaran yang memungkinkan diamanatkan untuk keperluan konservasi. Misalnya konsep Wawasan Wiyata Mandala, Budi pekerti, Budaya lokal, PPKN, dan lain sebagainya.

     Pola pendidikan konservasi sesungguhnya terletak pada aplikasi di lapangan dengan tetap mengacu pada peraturan-perundangan tentang kurikulum pendidikan nasional. Pola pendidikan konservasi dapat dijabarkan ke dalam pola pelaksanaan pendidikan yang ramah lingkungan, pola pendidikan yang memperhatikan keberlanjutan atau sustainabilitas dan kontinuitas alam semesta beserta isinya, termasuk di dalamnya persoalan sosial-budaya dan keragaman nilai-nilai yang menjadi pedoman dalam kehidupan sosial.

     Dalam kacamata pandang demikian, tulang punggung terlaksananya pola pendidikan konservasi terletak pada tingkat satuan pendidikan, yang dalam hal ini adalah sekolah dan lembaga-lembaga pendidikan yang ada. Pelaksanaan pendidikan sebagai usaha merealisasikan gagasan dasar sebagaimana terkandung di dalam UU Sisdiknas sudah semestinya disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat menyangkut kelestarian alam, lingkungan, hayati dan kebudayaan. Untuk mewujudkan hal tersebut sangat dibutuhkan totalitas kesadaran setiap pengelola satuan pendidikan akan pentingnya konservasi dalam kehidupan manusia. Tanpa adanya totalitas kesadaran tersebut, pemberlakuan peraturan-perundangan apapun tidak akan mampu menjangkau kebutuhan akan lestarinya alam lingkungan.

     Dalam hal ini, selaras dengan pelaksanaan Otonomi Daerah, maka pihak Pemerintah memungkinkan secara khusus menerbitkan perangkat aturan yang ditujukan bagi terlaksananya pola pendidikan konservasi di Daerah. Pemerintah Daerah memungkinkan menerbitkan Peraturan Daerah, Keputusan Bupati/Wali Kota, maupun Instruksi Bupati/Wali Kota yang mengamanatkan agar setiap satuan pendidikan melaksanakan usaha konservasi melalui pelaksanaan kurikulum. Namun demikian, kembali lagi, efektivitas pelaksanaannya sangat ditentukan oleh kesadaran setiap insan pendidikan dalam melaksanakan tugas pembelajaran kepada peserta didik.
       

Popular posts from this blog

MAKNA SIMBOLIK PADA PROPERTI BEGALAN

KONSEP KARYA TARI SELIRING GENTING

PRODUKSI BATIK BANYUMASAN