PENTINGNYA PEMAHAMAN BAHAYA NARKOBA BAGI REMAJA DALAM PELAKSANAAN PENDIDIKAN DI SEKOLAH

Oleh: Yus Wong Banyumas

Remaja dan Pendidikan

Masa remaja adalah masa yang sangat rawan dalam perjalanan hidup manusia. Remaja bukan anak-anak tetapi terkadang tak sanggup menjadi dewasa. Ia tak ingin diperlakukan sebagai anak-anak dan cenderung menuntut kebebasan dengan jiwa berontak yang kuat, akan tetapi seringkali remaja menyerah menghadapi kenyataan.

Hasan Basri dalam buku Remaja Berkualitas, Problematika dan Solusinya menilai remaja sebagai kelompok manusia yang telah meninggalkan masa kanak-kanak yang penuh dengan ketergantungan dan menuju masa pembentukan tanggung jawab. Masa remaja ditandai dengan pengalaman baru yang sebelumnya belum pernah dialami baik dalam bidang fisik/biologis maupun psikis atau kejiwaan. Menstruasi pertama bagi kaum wanita dan keluarnya sperma dalam mimpi basah pertama bagi pria adalah tonggak pertama dalam perjalanan usia remaja.

Hal tersebut di atas menunjukan bahwa sesungguhnya remaja sangat membutukan perhatian, bimbingan, tokoh panutan, pendidikan nilai, keimanan dan penyaluran potensi yang tepat. Remaja butuh pengakuan karena ia dalam proses pencarian jati diri. Ia ingin diakui oleh lingkungannya, ia ingin menunjukan bahwa dirinya ada dan bisa melakukan sesuatu.

Harus pula diingat bahwa remaja belum memiliki pengalaman yang cukup dalam hidup. Karena itulah remaja seharusnya dibekali dan dijaga dengan pendidikan nilai-nilai yang mumpuni agar ia tak tergelincir pada kesalahan. Sayangnya saat ini sebagian besar remaja justru jauh dari pendidikan akan nilai-nilai, baik itu nilai agama maupun nilai-nilai lainnya. Pendidikan formal yang paling dekat dengan sebagian besar remaja, yaitu sekolah, tak sanggup lagi meberikan pendidikan nilai yang memadai bagi para remaja. Ada pergeseran yang cukup jauh dari makna pendidikan yang terajadi saat ini. 

Menurut M.Ngalim Purwanto MP dalam bukunya Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, memberikan devinisi untuk pendidikan: “Pendidikan adalah segala usaha orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan rohani dan jasmaninya ke arah kedewasaan.” Tujuan pendidikan utamanya ialah membuat orang yang dididik sanggup hidup menurut norma-norma yang berlaku. Sehingga ia dapat menentukan apa-apa yang akan dilakukan juga mengindari atau menolak segala sesuatu yang berada diluar norma dan nilai. Ia dapat menentukan mana yang benar dan mana yang salah. Ia dapat memilih apa yang baik bagi dirinya dan apa yang buruk bagi dirinya.

Pendidikan tidak berarti pemaksaan untuk mengikuti apa yag diinginkan pendidik. Manusia adalah eksistensi yang bebas menentukan kemana dirinya akan berjalan. Ia memiliki jiwa, ia bukan lilin atau tanah lempung yang bisa dibentuk seenaknya. Pendidik hanya mengarahkan, tidak berhak mengekang ataupun memaksakan sesuatu kepada orang yang dididik. Sayangnya apa yang terjadi tidaklah demikian. Remaja justru jauh dari suasana pendidikan tersebut. Di sekolah, sebagai sarana pendidikan yang dekat dengan dunia remaja, pendidikan tidak lagi bertumpu pada penanaman nilai dan budi pekerti. Akan tetapi pendidikan disekolah justru lebih menitik beratkan pada prestasi akademis. Sekolah hanya tempat belajar bagaimana cara mengerjakan soal dengan baik, cepat dan benar.

Berhasil atau tidaknya pendidikan di sekolah bukan diukur dengan baik buruknya perilaku seorang siswa. Akan tetapi keberhasilan itu diukur dengan mampu atau tidaknya seorang siswa mengerjakan soal pada saat tes atau pun ujian. Pandidikan Agama Islam dan PPKn yang seharusnya menjadi ujung tombak penanaman nilai justru tumpul. Ia hanya mampu mengajarkan teori dan memberikan pengertian dari teori tersebut secara mendasar. Akan tetapi esensi dari teori itu, yaitu pelaksanaannya dalam praktik, justru minim atau nihil sama sekali.

Sekedar memberikan contoh: Semua muslim diajarkan bahwa sholat itu wajib. Meninggalkannya berarti berdosa namun betapa banyaknya remaja muslim yang meninggalkan sholat. Artinya banyak remaja muslim yang sekedar tahu bahwa sholat itu wajib tapi kesadaran untuk melaksanakannya justru tidak ada. Tak heran jika banyak remaja mendapatkan nilai yang baik untuk mata pelajaran PAI atau pun PPKn tapi moralnya bobrok.

Selain pendidikan formal seperti sekolah memang masih ada pendidikan lain yang bisa didapatkan remaja. Keluarga dan lingkungan juga bisa memberikan pendidikan itu. Tetapi sekolah, yang merupakan bagian kehidupan yang sangat dekat dengan remaja, adalah elemen pendidikan yang sangat penting dalam penanaman moral bagi remaja. 

Remaja memang harus mendapatakan informasi tentang nilai dan norma yang benar. Namun apa yang terjadi dalam realita justru sebaliknya. Remaja malah mendapatkan suguhan dan propagganda anti nilai. Semangat globalisasi dan liberalisme telah meracuni pemikiran remaja kita. Kebebasan dengan dalih HAM didengung-dengungkan tanpa memikirkan akibat yang akan dihadapi oleh remaja.

Tayangan-tayangan merusak hadir diberbagai media. Dengan mudah remaja mendapatkan “pendidikan” tentang kebebasan di televisi, koran, majalah, atau pun internet. Nilai dan norma dianggap sebagai pengekangan. Budaya dianggap sesuatu yang kuno dan agama dijauhkan dari kehidupan.

Keadaan ini tentu hanya menghadirkan kegetiran dalam kehidupan remaja kita. Remaja kita tidak mengenal agamanya secara mendalam. Remaja kita kehilangan pegangan, frustasi, terjebak dalam kesenangan buta, tidak mampu menunjukan potensi dirinya, dan tak sanggup menghadapi masalah hidup dengan tegar. Remaja pun merasa terasing karena ia tak mampu mengenali dirinya sendiri. Ia terjebak dalam berbagai situasi yang tak mengenakan. Sekolah membosankan sedangkan pelarian yang dituju justru hanya merusak. Mudahnya mendapatkan VCD porno ataupun peredaran narkoba yang gencar adalah ancaman serius bagi kelangsungan masa depan remaja kita.

Perhatian serius tanpa pengekangan mutlak diperlukan. Remaja harus dibantu untuk menggali potensi dirinya. Ia butuh teman, butuh sahabat dan butuh bimbingan yang benar. Hanya menyalahkan para remaja dan mengutuk keadaan tidaklah menyelesaikan masalah. Tapi dengan usaha serius merubah sistem pendidikan kita, memperhatikan remaja, membimbing mereka dengan penuh cinta dan memerangi pemikiran beracun dari barat tentu akan sangat berguna bagi remaja kita.

MILENIUM baru segera tiba. Tantangan lebih berat memaksa semua orang untuk mempersiapkan diri sedini mungkin, agar tidak tertinggal dalam persaingan yang lebih ketat. Sebagai orang normal, tentu tidak ada keinginan untuk tertinggal dengan orang lain. Untuk itulah segala cara dan upaya ditempuh untuk mengantisispasi persaingan ini. Tantangan akan lebih berat bagi mereka yang saat ini masih anak-anak. Di usia dewasa, mereka harus berhadapan dengan kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta persaingan amat berat. Selain dengan bangsa sendiri, mereka juga harus bersaing dengan orang atau perusahaan luar negeri, yang pada 2003 mulai keluar masuk secara bebas.

Persaingan ini tidak main-main. Jika tidak diantisipasi dengan cermat, semua bisa sia-sia dan terlambat. Untuk itu diperlukan cara mengantisipasinya. Antara lain dengan membangun kecerdasan anak. Hanya anak yang cerdas, kreatif dan stabil yang bisa survive dalam kerasnya persaingan ini. Dan, pendidikan menjadi faktor terpenting dalam menciptakan anak yang cerdas, kreatif dan stabil. Pendidikan di sini mencakup pendidikan formal di sekolah maupun informal di rumah. 

Seringkali, pendidikan - yang notabene cara membangun kecerdasan - justru menjadi tidak efektif karena hanya mementingkan salah satu sisi. Seperti mendidik anak secara kognitif saja. Sementara emosinya tidak pernah disentuh. Ini menjadikan anak merasa tertekan dan tidak bahagia. Psikolog anak, Dr Seto Mulyadi MPsi mengingatkan, anak tidak boleh hanya dididik agar cerdas, tapi juga kreatif dan mempunyai emosi stabil. "Yang menjadi orientasi pendidikan saat ini, baik di sekolah maupun di rumah, adalah bagaimana menciptakan anak yang cerdas secara logika, matematika, dan bahasa. Sementara kecerdasan lain seperti kecerdasan musikal, visual spasial, kinestetik, interpersonal, intrapersonal dan naturalis masih kurang mendapat porsi yang tepat," kata psikolog yang akrab disapa dengan 'Kak Seto' itu. "Ada anggapan, bahwa anak harus pandai secara intelektual, agar di kemudian hari mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan kecerdasannya."

Dijelaskan, selama ini banyak anak yang pandai secara intelektual, tapi gagal secara emosional. Mungkin itulah salah satu alasan, mengapa saat ini banyak terjadi tawuran. Sebenarnya, tutur Kak Seto, banyak anak yang pandai. Tapi, karena emosinya sulit dikendalikan, tawuran menjadi saluran pelampias kekesalan. "Karena hanya mengandalkan kecerdasan intelektual/kognitif, banyak orang yang cerdasnya luar biasa menjadi begitu frustasi dan lari ke penyalahgunaan narkoba. Sedikit saja emosi, langsung ikut tawuran. Sehingga terlihat, tawuran banyak dilakukan oleh anak-anak yang cerdas secara intelektual," ujar psikolog yang dikenal dengan panggilan Kak Seto itu. 

Pemahaman Bahaya Narkoba

Pemahaman tentang bahaya narkoba bagi generasi muda mutlak adanya. Kita tidak bisa menutup mata bahwa akses terhadap narkoba sudah sangat mudah, sehingga sangat penting untuk menekankan pada remaja akan pentingnya pemahaman akan bahaya narkoba. Saat ini lebih dari 200 juta orang di dunia telah menyalahgunakan obat-obatan. Di Indonesia, ancaman bahaya penyalahgunaan narkoba sudah sangat serius dan memprihatinkan karena sebagian besar menimpa kalangan generasi muda. Diketahui pula, pengguna narkoba di Indonesia mencapai sekitar 3,256 juta jiwa. Parahnya, sebanyak 20% dari angka tersebut adalah anak-anak. Artinya, pengguna narkoba anak-anak di Indonesia mencapai sekitar 651.250 jiwa! Jumlah pengguna narkoba di kalangan anak-anak tentunya akan terus meningkat bila tak segera dilakukan tindakan.

KENALI PENYEBABNYA

Banyak hal yang menyebabkan anak terjerumus pada narkoba. Berikut beberapa di antaranya:
1. Minimnya komunikasi antara orangtua dan anak sehingga ia merasa tidak dicintai. 
2. Sebagai pelarian dari masalah, seperti problema orangtua, diabaikan keluarga dan sebagainya.
3. Ditawari teman. 
4. Ingin tahu atau coba-coba karena penasaran. 
5. Tekanan dari teman atau keinginan kuat untuk diterima lingkungannya. 
6. Semakin terjangkaunya akses pada narkoba. 
7. Tak mampu bersikap tegas menolak narkoba.

Alasan lainnya adalah kurangnya pendidikan dasar tentang narkoba, baik pada si anak sendiri maupun orangtuanya. Padahal semakin orangtua memahami masalah ini, tentunya akan semakin mudah baginya untuk menerangkannya pada anak-anak mereka. Dengan memahami bahaya dan rentetan akibat dari narkoba, diharapkan anak tak akan pernah ingin mencoba bersentuhan dengan narkoba.

YANG BISA DILAKUKAN


  1. Cari informasi sebanyak-banyaknya tentang narkoba. Bicarakan dengan tenang dan terbuka pada anak hingga mereka tak merasa takut. Berikan penjelasan apa itu narkoba sesuai dengan tingkat pemahamannya. Carilah saat yang tepat untuk memberikan informasi pada anak tentang narkoba. Contohnya, saat teve menyiarkan seputar bahaya penggunaan narkoba.
  2. Jelaskan bahwa penyalahgunaan obat bukanlah hal yang bisa dibenarkan. Katakan alasannya dan diskusikan. Anak kelas 4-6 SD cenderung sudah bisa mengutarakan pemikiran mereka dan mengekspresikan apa yang mereka pikirkan dan ketahui. Dengan begitu, orangtua dapat membantu anak memahami sekaligus memerangi narkoba. Anjurkan pilihan yang lebih sehat ketimbang pemakaian narkoba. Sarankan untuk berolahraga, melakukan hobi atau aktivitas positif lainnya.
  3. Gunakan istilah-istilah yang gampang dimengerti anak. Misal, "Narkoba dapat membuat kamu pusing dan mual," atau "Narkoba membuat kamu sakit dan dapat membuat penampilanmu tak menarik," dan seterusnya. 


CERMATI CIRI-CIRI PEMAKAI NARKOBA



  • Secara fisik, mata memerah dan wajah terlihat pucat. Disertai perubahan tingkah laku yang tiba-tiba, seperti jadi kasar, tak sopan, mudah curiga pada orang lain, marah tak terkontrol dan sebagainya.
  • Gemar menyendiri di tempat-tempat  tertentu seperti kamar mandi atau gudang dalam waktu lama secara berulang. Disamping sering bengong, murung, bahkan berhalusinasi.
  • Tak berminat pada hal-hal yang sebelumnya penting seperti hobi dan olahraga. Kehilangan motivasi dan antusiasme atau kegembiraan. Interaksi dan komunikasi dengan orang lain menurun drastis. 
  • Meminjam atau bahkan mencuri uang, entah itu di rumah atau di sekolah. Barang-barang berharga banyak yang hilang karena besar kemungkinan dijual untuk membeli narkoba yang tidak murah. Biasanya ia juga sering kehabisan uang jajan dan uang lainnya. 
  • Berat badan menurun tajam karena nafsu makan jadi tak menentu. Cara berpakaian jadi sembarangan. 
  • Penurunan nilai akademis di sekolah akibat daya konsentrasi turun, kehilangan motivasi, bahkan tak berminat dalam aktivitas sekolah. Ia sering terlambat atau malah tak hadir di kelas, lambat memberi respons, mendadak jadi pelupa dan apatis.

Beberapa gejala tersebut boleh jadi mencerminkan perubahan-perubahan seorang anak yang sedang tumbuh. Bila orangtua merasa ragu, konsultasikan dengan dokter untuk pemeriksaan lebih lanjut. Yang pasti, segera lakukan tindakan proaktif agar penyalahgunaan narkoba bisa dicegah. Satu-satunya cara untuk terhindari dari kebiasaan mengonsumsi narkoba adalah dengan tidak pernah memulainya. Sedangkan bila sudah kecanduan, ia akan tergantung seumur hidup. Jargon "mencegah lebih baik daripada mengobati" memang sangat tepat untuk persoalan ini.

AJARKAN UNTUK BERKATA "TIDAK"

Ada beberapa langkah yang dapat diajarkan pada anak supaya mereka dapat tegas menolak narkoba, antara lain:


  1.  Bertanya. Bila ada yang menawarkan sesuatu yang tak dikenal tanyakan, "Apa ini?" Jika ada yang mengajak "ngumpul bareng", tanyakan, "Siapa saja yang akan hadir? Di mana tempat ngumpulnya?", Adakah orangtua/dewasa yang akan hadir?"
  2. Menjawab "Tidak" secara tegas dan mintalah anak untuk menunjukkan bahwa ia bersungguh-sungguh dengan jawabannya tadi. 
  3. Beri alasan, semisal "Saya ada kegiatan lain.", "Saya tahu apa akibat narkoba bagi saya.", "Tidak, terima kasih.", "Saya ingin hidup sehat" dan sebagainya. 
  4. Aktif. Berilah ide pada anak untuk melakukan aktivitas positif, seperti berolahraga, berkesenian, berorganisasi, dan sejenisnya. 
  5. Pergi. Bila semua cara di atas sudah dicoba dan tawaran tetap datang, keluarlah dari situasi tersebut secepatnya. Pulang ke rumah, pergi ke sekolah, atau bergabung dengan kelompok teman lain. 
  6. Jeli pilih teman, tekankan pada mereka bahwa teman yang baik tidak akan pernah menawarkan narkoba.

16 ALASAN AYAH HARUS AKTIF MENGASUH

Ayah memegang peranan penting dalam perkembangan jiwa anak-anaknya. Sebuah penelitian menunjukkan, ayah yang terlibat secara aktif mengasuh dan mendidik bisa membuat anak-anaknya survive dalam mengarungi hidupnya kelak.


  • Perlihatkan Cinta. Cinta bukan sekadar kata-kata. Saat Anda mengatakan, "Ayah sayang kamu," tunjukkan rasa sayang itu dengan tindakan mencium kening dan pipi anak saat berangkat sekolah, misalnya. Juga sediakanlah waktu bersama dengan mereka. 
  • Fasilitas. Biasanya ayah yang aktif berusaha memberi segala fasilitas terbaik bagi anak-anaknya. 
  • Contoh Pria Positif. Anak, baik perempuan maupun laki-laki, memerlukan contoh peran positif dari ayah maupun ibu. Nah, ayah aktif dapat memberikan contoh perilaku pria positif.
  • Dukungan Emosional. Ayah aktif akan mendukung anak-anaknya bila mereka sedih, marah, takut, dan frustrasi. Ayah yang mendukung anak-anaknya secara emosional, cenderung membuat anak lebih peka akan kebutuhan orang lain. 
  • Kembangkan Percaya Diri. Anak yang memiliki rasa percaya diri tinggi, cenderung lebih bahagia dan lebih mantap dibanding dengan anak-anak yang memiliki rasa percaya diri rendah. Ayah aktif mengembangkan rasa percaya diri anak dengan betul-betul melibatkan dirinya dalam kehidupan anaknya dan membiarkan si kecil tahu jika ia betul-betul bernilai dan berharga. 
  • Kembangkan Intelektual. Penelitian membuktikan anak yang dibesarkan dengan ayah yang terlibat aktif, cenderung lebih cerdas pada bidang bahasa dan matematika. Mereka juga memiliki problem solving yang bagus serta pandai bergaul.
  • Disiplin. Ayah berperan dalam mengajari anak-anaknya berperilaku benar dan sehat. 
  • Teman Main. Bermain dengan ayah mampu meningkatkan kemampuan kognitif anak. 
  • Tempat Bertanya. Ayah adalah sumber informasi yang berharga bagi anak-anaknya. 
  • Tingkatkan Kesempatan. Anak yang memiliki ayah yang terlibat secara aktif di dalam kehidupannya, cenderung lebih berhasil di dalam pendidikan formal. 
  • Beri Alternatif Perspektif. Penelitian mengindikasikan, pasangan suami-istrisering memiliki perbedaan pendapat kendati satu pendapat tidak selalu lebih baik dari pendapat yang lain. Hal ini sangat baik bagi anak agar terbiasa menghargai perbedaan pendapat. 
  • Tumbuh Wajar. Kemungkinan anak terlibat dalam kenakalan remaja lebih kecil dibandingkan dengan anak-anak yang memiliki ayah yang tidak aktif. 
  • Rasa Aman. Keuntungan dari kedekatan dengan ayah, anak-anak tumbuh dalam rasa aman secara fisik dan emosional. 
  • Fasilitasi Perkembangan Moral. Anak-anak membutuhkan tuntunan moral untuk bisa membedakan mana yang benar dan salah. Para ayah, seperti halnya ibu, membantu anak-anak untuk mengetahui dan bisa memilih perbedaan perilaku benar dan salah. 
  • Identitas Gender yang Sehat. Ayah dapat membantu anak-anaknya untuk mengembangkan pengertian yang sehat tentang perbedaan dan kesetaraan gender. 
  • Bekal Keterampilan. Sebagian besar keterampilan yang perlu dipelajari oleh anak diperoleh dari dalam rumah. Ayah memiliki kesempatan yang unik untuk mengajarkan keterampilan yang membuat mereka tumbuh sebagai manusia dewasa yang sehat dan produktif. 

Popular posts from this blog

MAKNA SIMBOLIK PADA PROPERTI BEGALAN

KONSEP KARYA TARI SELIRING GENTING

KEBUDAYAAN LOKAL BANYUMAS SEBAGAI KEKUATAN PARIWISATA