Posts

Showing posts from 2007

UJUNGAN

Image
Anda pernah dengar istilah "ujungan"? Ya, inilah sebuah acara unik yang masih dapat dijumpai di wilayah sebaran kebudayaan Banyumas. Ujungan adalah olahraga sekaligus ritual tradisional minta hujan. Tradisi ini dilaksanakan pada musim kemarau panjang dengan cara adu pukul menggunakan sebilah rotan yang disebut "ujung", dipimpin oleh seorang wasit yang disebut "wlandang". Konon, semakin banyak darah yang keluar akibat pukulan rotan akan semakin mempercepat datangnya hujan. Ritual ujungan masih menjadi bagian tradisi di wilayah perbatasan kabupaten Banyumas, Banjarnegara dan Purbalingga, yaitu di wilayah kecamatan Somagede, Susukan dan Kemangkon.

COWONGAN

Image
Cowongan, ritual tradisional minta hujan yang masih menjadi bagian dari tradisi masyarakat di desa Plana, kecamatan Somagede, kabupaten Banyumas. Ritual ini dilaksanakan pada saat terjadi kemarau panjang. Pelakunya terdiri dari kaum wanita yang tengah dalam keadaan suci. Mereka percaya bahwa melalui upacara ini akan hadir bidadari yang merasuk ke dalam properti ritual yang berupa alat dapur: irus atau siwur.

USAHA PENGEMBANGAN LENGGER

Image
Sebagai wujud kepedulian terhadap pertumbuhan dan perkembangan kebudayaan Banyumas, saya berusaha terus-menerus berperan aktif dalam eksplorasi ragam kesenian lokal Banyumas. Salah satunya adalah seni lengger yang merupakan bagian integral dari kehidupan tradisi setempat. Pada gambar dapat dilihat 'lengger-lengger' muda yang terdiri anak-anak sekolah. Gambar tersebut diambil saat mereka pentas bersama dengan seniman Jepang dan Institut Seni Indonesia Surakarta tanggal 25 Agustus 2007 yang lalu bertempat di Pendopo Duplikat Si Panji Banyumas. Sangat dibutuhkan dukungan dari semua pihak agar langkah ini dapat terus berlanjut yang berguna bagi kontinuitas berbagai ragam kearifan lokal Banyumas. Bagi pembaca yang berminat silakan segera kontak ke yus_pelana@yahoo.com atau via HP 081 327341514. Terima kasih. Salam, Yus

GUNUNG SLAMET DAN SUNGAI SERAYU

Image
Gunung Slamet dan sungai Serayu sebagai ikon kebudayaan lokal Banyumas

CALUNG BANYUMASAN

Image
Calung Banyumasan

WUJUD KEBUDAYAAN BANYUMAS: MEMBANGUN IDENTITAS

Wujud kebudayaan Banyumas berupa local genius dari kelompok-kelompok kecil masyarakat yang mendiami dusun-dusun, grumbul-grumbul dan desa-desa yang dibatasi oleh gunung, sawah, ladang, sungai, hutan dan semak belukar. Di setiap lokus komunitas kecil itu terdapat spesifikasi budaya yang dibangun berdasarkan peradaban lokal komunitas tersebut. Oleh karena itu tidak mustakhil apabila suatu ragam kesenian ada di satu kelompok masyarakat, tetapi tidak terdapat di kelompok masyarakat lainnya, meskipun semua itu masih berada di dalam ranah kebudayaan Banyumas. Edi Sedyawati menjelaskan bahwa dalam konteks kemasyarakatan, jenis-jenis kesenian tertentu memiliki kelompok-kelompok pendukung tertentu pula (Edi Sedyawati et al, 1986:4). Di Banyumas, bongkel hanya ada di Gerduren, Purwojati. Jemblung hanya hidup di wilayah Sumpiuh dan Tambak. Ujungan hanya di wilayah segitiga perbatasan Kabupaten Banyumas, Banjarnegara dan Purbalingga. Krumpyung hanya terdapat di Kecitran, Banjarnegara dan masih ban

MENIMBANG SAJIAN CALUNG BANYUMASAN: ANTARA WADAH DAN ISI

Humardani mengungkapkan bahwa bentuk adalah unsur dari semua perwujudan. Bentuk-bentuk lahiriah tidak lebih dari suatu medium, yaitu alat untuk mengungkapkan (to express) dan menyatakan (to state atau to communicate) isi (SD. Humardani, 1959:1). Pandangan Humardani menunjukkan berbagai ragam kesenian merupakan wujud dari ungkapan isi pandangan dan tanggapan seniman ke dalam bentuk fisik yang dapat ditangkap indra. Yang dimaksud dengan isi di sini adalah nilai-nilai, pandangan hidup dan pengalaman empirik seniman yang terekam dalam memori otak dan perasaan yang kemudian hadir ide-ide atau gagasan-gagasan estetik. Dengan kata lain, bentuk adalah wadah yang dipergunakan untuk mengungkapkan isi yang berupa nilai-nilai. Keduanya, wadah dan isi, merupakan satu-kesatuan wujud kesenian tradisional yang mencerminkan sistem nilai, pola pikir dan pandangan hidup masyarakat pendukungnya. Sajian calung tidak lain merupakan wadah yang memuat cita rasa dan hadir sebagai hasil budidaya masyarakat Ba

RIWAYAT KEPARIWISATAAN BANYUMAS

Cikal-bakal pengelolaan kegiatan kepariwisataan di Kabupaten Banyumas tidak lepas dari peran penjajah Belanda yang cukup lama menguasai wilayah Banyumas, pasca perang Diponegoro tahun 1830. Sejak itu mulai banyak Pegawai Pemerintah Belanda yang bertempat tinggal di Baturraden. Mereka bekerja di Kilang Minyak Cilacap serta Pabrik Gula Purwokerto Kalibagor, Sokaraja dan Purbalingga. Pemilihan Baturraden sebagai tempat hunian karena iklimnya yang sejuk, mendekati iklim di Eropa serta memiliki panorama alam yang indah. Untuk pemenuhan kebutuhan pemukiman, mereka membangun berbagai macam infrastruktur dan bentuk-bentuk usaha yang dilakukan oleh perorangan. Beberapa aktivitas yang dapat dilacak antara lain: pusat pembangkit listrik, pusat pembibitan ternak, Sanatarium (rumah sakit paru-paru), usaha penginapan/hotel dan usaha tanaman hias. Bukti otentik yang dapat dilihat sampai sekarang adalah di sekitar areal lokawisata Baturraden terdapat sebuah prasasti berangka tahun 1914 yang bertuliska

Pengalaman Kesenian

Image
Pementasan Karya tari "Dadi Ronggeng" pada Borobudur International Festival tahun 2003 Dalam usaha mewujudkan iklim berkesenian yang kondusif di wilayah sebaran kebudayaan Banyumas, saya senantiasa berupaya menciptakan ragam karya tari yang bersumber dari tradisi setempat. Beberapa karya yang telah berhasil saya ciptakan antara lain: Gobyog Jaranan (1994), bersumber dari kesenian ebeg. Karya tari ini menjadi salah satu karya terbaik pada Lomba Karya Cipta Tari Anak-anak Tingkat Jawa Tengah bertempat di Taman Budaya Jawa Tengah di Surakarta. Tregel (1994), ragam tari kreasi baru gagrag Banyumas yang memadukan unsur-unsur gerak tarian lokal Banyumas dan jaipongan. Karya tari ini pernah ditampilkan di beberapa event internasional antara lain World Music Art and Dance (WOMAD) Festival di Reading-Inggris, Larmer Tree Music Festival di Salisbury-Inggris, Queen Elizabeth Hall di London-Inggris, Rudolstaadt Festival di Jerman, dan Sfinks Festival di Belgia. Lobong Ilang (1996), ber

Geliat Kebudayaan Pinggiran

Dalam konteks perkembangan kebudayaan Jawa, Banyumas seringkali dipandang sebagai wilayah marginal (Koentjaraningrat, 1984) yang berkonotasi kasar, tertinggal dan tidak lebih beradab dibanding dengan kebudayaan yang berkembang wilayah negarigung (pusat kekuasaan kraton) yang dijiwai oleh konsep adiluhung. [1] Kebudayaan Banyumas atau sering pula disebut budaya Banyumasan [2] hadir sebagai kebudayaan rakyat yang berkembang di kalangan rakyat jelata [3] yang jauh dari hegemoni kehidupan kraton. Akhiran “an” pada kata “Banyumas” menunjukkan lokalitas atau kekhususan, seperti pada kata “Semarangan”, “Jawa Timuran”, “Surabayan”, “Magelangan” dan lain-lain. Rene T.A. Lysloff berpendapat bahwa penggunaan akhiran “an” pada kata-kata semacam ini berkaitan dengan pandangan cenderung dimaksudkan untuk mengecilkan tradisi dan berhubungan dengan persoalan “gaya” (Rene T.A. Lysloff, 1992). Hal ini menunjukkan bahwa budaya Banyumasan merupakan unsur lokal di dalam satu lingkup yang lebih besar; ke

SENTRA BUDAYA BANYUMAS

Semenjak tahun 2001 Kabupaten Banyumas telah melaksanakan amanat Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah [1] . Sebagai salah satu upaya yang ditempuh untuk melaksanakan amanat tersebut adalah penggabungan sektor kebudayaan dengan sektor kepariwisataan dalam wadah Dinas Pariwisata dan Kebudayaan. Penggabungan kedua sektor ini merupakan langkah strategis dalam rangka memberdayakan aspek-aspek kebudayaan yang ada di masyarakat untuk mendukung pembangunan sektor kepariwisataan. Dengan demikian penggarapan sektor kepariwisataan tidak sekedar berbasis pada wisata alam, melainkan juga mengandalkan sektor kebudayaan sebagai salah satu kekuatan yang diharapkan dapat mewujudkan Kabupaten Banyumas sebagai daerah tujuan wisata. Penggarapan sektor kebudayaan sebagai salah satu andalan pembangunan kepariwisataan sangat mungkin dilaksanakan di Kabupaten Banyumas, mengingat daerah ini memiliki khasanah atau kekayaan budaya yang beraneka ragam. Daerah Banyumas dikenal memilik