Posts

Showing posts from May, 2022

GENDHING WETANAN DALAM SAJIAN CALUNG BANYUMASAN

Image
  Dalam sajian calung Banyumasan sering kali disajikan gendhing-gendhing gaya Surakarta maupun gaya Yogyakarta yang sering disebut sebagai gendhing Wetanan . Sebutan “wetanan” berarti “dari timur” karena memang Surakarta dan Yogyakarta terdapat di arah timur dari wilayah Banyumas. Ini lazim digunakan untuk membedakan dengan gendhing-gendhing Kulonan (dari arah barat) yaitu gendhing-gendhing cengkok Sunda maupun gendhing-gendhing Banyumasan yang merupakan produk lokal setempat. Sajian gendhing-gendhing Wetanan dalam sajian calung Banyumasan disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: Faktor Organologi Dari sisi faktor organologi dapat dijumpai bahwa perangkat musik calung Banyumasan dibuat mirip dengan perangkat gamelan Jawa. Pada awalnya calung merupakan alat musik tunggal berupa bilah-bilah nada yang terbuat dari bambu ditata dalam satu rangkaian mirip dengan gambang dalam gamelan Jawa. Alat musik calung tunggal ini biasa digunakan untuk menabuh melodi

LATAH MENGAJUKAN WARISAN BUDAYA TAK BENDA: Seberapa Serius Menangani Kesenian Lokal?

Image
Akhir-akhir ini banyak daerah yang berlomba-lomba mengajukan berbagai khasanah kearifan lokal untuk diakui sebagai Warisan Budaya tak Benda (WbtB) baik di tingkat nasional maupun di tingkat dunia. Ini merupakan fenomena menarik. Bisa menjadi bukti kesadaran Pemerintah Kabupaten/Kota akan adanya aneka ragam kearifan lokal yang tumbuh-berkembang di wilayah yang bersangkutan dan dipandang perlu untuk dikenal di tingkat nasional atau bahkan internasional. Persoalannya adalah bahwa pengajuan WbtB banyak di antaranya yang sekedar latah dan sekedar untuk keperluan mencari prestise. Bukan merupakan usaha yang penuh kesungguhan agar aneka ragam kearifan lokal itu tumbuh berkembang menjadi kekuatan akselerasi kehidupan berbangsa dan bernegara yang berbudaya. Salah satu contoh adalah Kabupaten Banyumas yang telah berhasil mengajukan beberapa kearifan lokal untuk ditetapkan sebagai WbtB. Antara lain: calung Banyumasan, gubrag lesung, mendhoan , dan ebeg . Tahun 2021 calung Banyumasan dan g

BAGAIMANA MEMBUAT CALUNG BANYUMASAN?

Image
  Calung Banyumasan adalah sebuah produk kultural asal Banyumas berupa seni musik tradisional yang menggunakan bahan baku berupa bambu. Menjadi media ekspresi pengalaman empirik masyarakat Banyumas tentang kehidupan sehari-hari melalui media musik. Mulai dari wujud organologi, pilihan nada, aransemen musikal, repertoar gendhing, vokal, hingga teknik pementasan adalah satu-kesatuan yang utuh dari pengelaman empirik masyarakat Banyumas yang hidup di lingkungan pedesaan yang adoh ratu pedhek watu (jauh dari pusat pemerintahan dan lebih dekat dengan batu-batu alam). Untuk membuat perangkat musik calung yang berkualitas bagus dibutuhkan jenis bambu khusus. Ada dua jenis bambu yang bisa digunakan untuk membuat calung, yaitu bambu wulung dan bambu tutul. Sesuai dengan namanya, bambu wulung merupakan jenis bambu yang berwarna wulung (kehitaman). Sedangkan bambu tutul merupakan jenis bambu yang ketika kering berwarna totol-totol dengan warna dasar kuning gading dan noktahnya berwarna coke

MENGENAL LEBIH JAUH TENTANG LENGGER BANYUMASAN

Image
  oleh Yus Wong Banyumas Lengger Banyumasan merupakan salah satu cabang seni tari tradisional khas Banyumas yang hinga sekarang masih sangat populer. Banyak orang mengatakan kata “lengger” merupakan jarwo dhosok (kata bentukan) yang berarti diarani leng jebul jengger . Leng (lobang) adalah simbol gender perempuan dan jengger merupakan simbol gender laki-laki. Diarani leng jebul jengger maksudnya adalah dikira perempuan ternyata laki-laki. Ini karena penari yang tampak cantik luwes menari di atas pentas yang tampak seperti sosok wanita ternyata adalah laki-laki yang berdandan dengan kostum perempuan. Banyak orang bertanya-tanya kenapa saat ini yang mereka temukan kebanyakan pertunjukan lengger dilakukan oleh wanita tulen bukan laki-laki seperti pada jarwo dhosok penamaannya? Orang-orang pun mencari tahu. Yang dijumpai ternyata memang ada penari lengger berjenis kelamin laki-laki dan ada pula yang berjenis kelamin perempuan. Kenapa demikian? Fenomena ini terjadi sejak t

KEMBANG GLEPANG: Guritan Banyumasan dalam Sajian Gendhing

Image
  oleh Yus Wong Banyumas Kembang Glepang lebih dikenal sebagai nama gendhing gagrag Banyumas. Aransemen musikalnya sangat pendek dan sederhana. Hanya berbentuk lancaran yang terdiri dari tiga gongan (baris) dan sajiannya tidak cyclic (berulang) seperti umumnya gendhing Jawa. Setiap satu kali rambahan (putaran) selesai maka gendhing akan berhenti. Hal ini disebabkan gendhing Kembang Glepang pada prinsipnya merupakan bentuk guritan (puisi Jawa). Isi guritan pada gendhing Kembang Glepang berupa persahabatan dua orang (pria dan wanita) yang saking akrabnya menjadi seperti saudara. Nama “kembang glepang” pada guritan diambil dari nama sejenis rumput yaitu rumput Glepang. Jenis rumput ini biasa tumbuh di pekarangan atau tegalan yang dianggap tidak bermakna. Sehingga sudah pasti dicabut karena dianggap sebagai rumput pengganggu tanaman inang. Guritan ini menggambarkan seseorang yang merasa tidak bermakna dalam pergaulan. Keduanya bertemu dan merasa saling membutuhkan sehin

TRADISI MUDHIK

 Kata mudhik sangat populér pada saat menjelang hari raya Idul Futri. Kata ini diambil dari kebiasaan ikan-ikan kecil yang lazim disebut impun. Setiap kemaraqu tiba ikan-ikan ini akan bermigrasi dari muara ke arah hulu sungai. Mereka berjumalh ribuan, berenang lewat tepian sungai. Orang Jawa menyebut kebiasaan ini dengan istilah mudhik. Istilah mudhik juga dipakai oleh para tukang perahu (tagog) yang memiliki kebiasaan membawa perahu ke arah hulu sungai sebelum menyeberang agar tidak tidak hanyut terlalu jauh dari tambangan atau tempat mangkal perahu penyeberangan. Kata mudhik kemudian dipakai oleh orang-orang desa yang melakukan urbanisasi ke kota-kota besar seperti Bandung dan Jakarta ketika mereka pulang kampung. Mereka membuat perumpamaan saat pulang beramai-ramai seperti halnya ikan impun yang mudhik ke arah hulu sungai. Kebiasaan mudhik terjadi sejak tahun 1970-an. Setelah revolusi tahun 1965 memang Indonesia mengalami banyak perubahan. Pemerintah Orde Baru mulai melakukan modern