BAGAIMANA MEMBUAT CALUNG BANYUMASAN?

BAGAIMANA MEMBUAT CALUNG BANYUMASAN?

 


Calung Banyumasan adalah sebuah produk kultural asal Banyumas berupa seni musik tradisional yang menggunakan bahan baku berupa bambu. Menjadi media ekspresi pengalaman empirik masyarakat Banyumas tentang kehidupan sehari-hari melalui media musik. Mulai dari wujud organologi, pilihan nada, aransemen musikal, repertoar gendhing, vokal, hingga teknik pementasan adalah satu-kesatuan yang utuh dari pengelaman empirik masyarakat Banyumas yang hidup di lingkungan pedesaan yang adoh ratu pedhek watu (jauh dari pusat pemerintahan dan lebih dekat dengan batu-batu alam).


Untuk membuat perangkat musik calung yang berkualitas bagus dibutuhkan jenis bambu khusus. Ada dua jenis bambu yang bisa digunakan untuk membuat calung, yaitu bambu wulung dan bambu tutul. Sesuai dengan namanya, bambu wulung merupakan jenis bambu yang berwarna wulung (kehitaman). Sedangkan bambu tutul merupakan jenis bambu yang ketika kering berwarna totol-totol dengan warna dasar kuning gading dan noktahnya berwarna cokelat kehitaman.


Kedua bambu ini adalah bambu yang tipis dengan ronga yang lebih lebar. Sehingga apabila bambu ini kering jika dipukul bisa menghasilkan bunyi yang nyaring. Ini berbeda dengan bambu-bambu lainnya seperti bambu apus, bambu ampel, bambu gombong, bambu tali dan lain-lain. Dengan keunggulan yang demikian orang Banyumas membuat bilah-bilah nada untuk keperluan ekspresi musikal. Tetapi untuk bisa membuat bilah nada yang berkualitas bagus membutuhkan proses yang sangat rumit.


Proses yang harus dilalui bagi seseorang yang akan membuat bilah-bilah nada menggunakan bahan baku bambu wulung maupun bambu tutul antara lain:

  1. Pemilihan bambu. Pilih bambu yang sudah tua dengan ciri-ciri di sisi kulit luar bambu sudah banyak noktah keputuh-putihan.

  2. Penebangan bambu. Penebangan bambu dilakukan pada mangsa tua. Yaitu mangsa kapitu (ke-7) sampai dengan mangsa dhesta (ke-11) dalam kalender Jawa pranatamangsa. Jika dikomparasi dengan kalender masehi berkisar bulan Januari hingga Mei. Pada kurun waktu ini bambu mengandung lebih banyak air sehingga zat gula berkurang. Dengan kondisi zat gula berkurang maka setelah bambu kering tidak dimakan bubuk (ngengat).

  3. Proses pengeringan. Proses pengeringan dimulai sejak penebangan. Beberapa proses yang harus dilalui antara lain:

    • Setelah bambu ditebang tidak langsung dirobohkan melainkan harus dibiarkan mengering hingga daun-daunnya rontok dalam keadaan bambu masih berdiri di tempat penebangan.

    • Setelah daun-daun rontok bambu dipotong masing-masing dua ruas dan dikeringkan dengan cara diangin-anginkan tanpa terkena sinar matahari secara langsung. Lebih baik lagi apabila pengeringannya dilakukan dengan cara ditarang, yaitu diasapi di atas pawon/tungku yang setiap hari nyala untuk keperluan sehari-hari. Proses pengeringan dilakukan berkisar dua tahun.

  1. Setelah dua tahun bambu ditarang, maka bambu siap dibuat menjadi bilah-bilah nada untuk keperluan pembuatan perangkat musik calung. Proses pengeringan yang begitu lama bertujuan untuk menghilangkan kadar air di dalam bambu. Semakin bambu kering maka semakin bagus untuk membuat nada. Apabila bambu belum kering dibuat untuk bilah nada maka akibatnya nada pada bilah tersebut akan cepat berubah tidak sesuai dengan yang diinginkan.


Bentuk dasar calung tradisional adalah jenis praon. Yaitu bagian bawah perangkat berbentuk melengkung seperti perahu. Pada masa lalu semua bagian dari calung dibuat menggunakan bahan dasar bambu. Mulai dari jagrag hinga talinya. Tetapi sekarang sudah banyak pembuat calung yang untuk perluan estetis maupun kekuatan atau keawetan barang kemudian menggunakan beberapa bahan seperti kayu dan besi serta menggunakan tali pluntur untuk mengikat bilah nada.


Calung Banyumasan pada masa lalu hanya berlaras slendro. Mulai dekade tahun 1990-an mulai dibuat calung berlaras pelog untuk keperluan sajian musikal yang lebih lengkap lagi. Saat ini calung masih banyak tumbuh berkembang di wilayah kultur Banyumas dan digunakan untuk pernyataan identitas kultural bangsa penginyongan.* (Yus)


Comments

Popular posts from this blog

MAKNA SIMBOLIK PADA PROPERTI BEGALAN

KONSEP KARYA TARI SELIRING GENTING

PRODUKSI BATIK BANYUMASAN