Posts

[SERI NGLELURI ADAT] PRANATA MANGSA

  PRANATA MANGSA Kalender Jawa Paling Tua   Dalam kehidupan masyarakat Jawa terdapat kalender yang sudah sangat tua yang disebut pranata mangsa. Kalender ini berbasis pada perputaran bumi terhadap matahari. Apabila disejajarkan dengan kalender Masehi, penanggalan pranata mangsa dimulai dari tanggal 22 Juni dan berakhir pada tanggal 21 Juni tahun berikutnya.   Diciptakan oleh Empu Hubayun Hingga sekarang pranata mangsa Jawa sudah berangka tahun 2935. Angka ini jelas jauh lebih tua daripada kalender Masehi yang baru berumur 2024 atau tahun Hijriyah yang baru berangka tahun 1445. Kalender pranata mangsa diciptakan oleh Empu Hubayun pada masa kejayaan Kerajaan Purwacarita. Kalender pranata mangsa terdiri dari 12 mangsa dengan jumlah hari yang berbeda-beda pada setiap periodisasinya. Keduabelas mangsa antara lain: Mangsa pertama disebut Kartika atau yang sekarang lebih dikenal dengan nama Kasa. Mangsa kedua disebut Pusa (Karo). Mangsa ketiga disebut Manggasri (Katelu). Mangsa

CATATAN AKHIR TAHUN SEORANG LENGGER

Hari terakhir di tahun 2023. Besok sudah menapak tahun baru 2024. Sebuah momentum yang selalu saja menebarkan harapan, seperti kedatangan tahun baru di tahun-tahun sebelumnya. Ijinkan aku membuka diri. Ngudarasa. Daripada mengisi waktu dengan pétan dan nggundhengi tetangga. Karena sesungguhnya prentuling ati ingin njara langit nawu segara. Éwadéné kenyataannya menungsa kur gari nglakoni garising pesthi. Sebagai seorang lengger aku sungguh bermimpi kembalinya kesempatan menjadi bintang panggung. Menjadi subyek dan pusat perhatian. Menjadi obyek tatapan ribuan pasang mata di malam yang penuh gairah. Terpaan selendangku selalu ditunggu berkibas ke wajah penonton. Hembusan anginnya lembut menembus jiwa. Suara calung yang kemrumpyung adalah detak nadi yang menghidupkan panggungku. Menawarkan daya hidup tradisi bangsa Penginyongan yang egalitarian dan penuh kesahajaan. Sebuah tradisi rakyat yang adoh ratu pédhek watu. Dulu, aku adalah kekuatan dari harapan hidup setiap diri warga. Melalui be

[SERI NGLELURI ADAT] MEMBAKAR PEDHIANG SAAT LAYUNG

Masyarakat Banyumas tempo dulu selalu membakar pedhiang setiap kali ada layung. Pedhiang adalah aktivitas membakar oman (gagang padi) yang dimanfaatkan kukus atau asapnya untuk tujuan tertentu. Sedangkan layung adalah semburat cahaya merah jingga di sisi barat pada sore hari di musim kemarau yang menyilaukan mata menjelang matahari terbenam. Menurut pemahaman masyarakat Banyumas masa lalu, semburat cahaya merah (layung) pada musim kemarau dapat menjadi penyebab penyakit belek. Yaitu mata merah berasa panas dan selalu mengeluarkan cairan. Penyakit belek biasanya sangat menular dan jadi wabah di suatu lingkungan sosial masyarakat tertentu, terjadi pada musim kemarau. Untuk menyembuhkan biasanya menggunakan daun suruh yang diperas dan cairannya diteteskan di mata. Untuk mencegah agar tidak terjadi wabah belek, biasanya pada sore hari masyarakat Banyumas membajar oman di sekitar rumah. Asap bara oman akan mengepul dan membubung menutup semburat merah cahaya layung. Entah apa hubungannya an

RITUAL SIKLUS HIDUP

Orang Jawa memiliki berbagai macam ritual yang salah satunya adalah ritual yang berhubungan dengan siklus hidup. Mulai dari bayi dalam kandungan hingga pasca kematian ditandai dengan berbagai macam ritual. Ketika bayi dalam kandungan berusaha 4 bulan dilakukan ritual ngupati. Kandungan tujuh bulan dilakukan mitoni atau tingkeban atau disebut juga keba. Bayi lahir ada ritual lairan. Bayi usia lima hari dilaksanakan sepasaran sekaligus bikin bama. Bayi mulai menapak tanah ada ritual tedhak sitén. Bagi anak perempuan ada tetesan sanybagi anak laki-laki ada sunatan atau khitanan. Hingga mau berumah tangga ada nikahan dan bégalan. Lalu ketika mati ada nyaurtanah, nelung dina, mitung dina, matang puluh dina, nyatus dina, mendhak sepisan, mendhak pindho,vdan mendhak ping telu atau disebut juga ngepog-pogna. Ritual dan Keselamatan Semua ritual terkait dengan siklus hidup dilakukan demi tercapainya keselamatan, kesejahteraan, kebahagiaan dan kemuliaan. Ada istilah "seger waras slamet"

PELARANGAN JUDI KARTU DAN MATINYA PERTUNJUKAN RAKYAT

Tulisan saya kali ini mungkin tidak populis. Membahas seni pertunjukan rakyat dan perjudian (Jawa: mainan). Keduanya terkesan tidak berubungan, tetapi sesungguhnya sangat erat saling berkaitan. Masyarakat Jawa masa lalu sangat akrab dengan jenis-jenis kartu ceki, remi, maupun domino. Jauh sebelum diberlakukannya Pasal 303 KUHP hampir setiap hari kita menyaksikan orang main kartu (judi kartu) di desa-desa atau di kampung-kampung. Setiap ada warga yang punya hajat (menantu, sunatan, kaulan, dan sejenisnya) pasti warga berkumpul di tratag (tarub) mengelilingi meja untuk bermain ksrtu. Mereka datang karena diundang atau atas prakarsa sendiri untuk bertemu lawan tanding dan memulai bermain kartu dengan taruhan uang dalam jumlah yang disepakati bersama. Si empunya rumah sangat senang kalau ada orang bermain kartu. Karena akan mendapatkan imbalan berupa cuk atau cucuk yang berupa uang penyisihan dari seseorang yang menang dalam satu putaran (game). Semakin banyak orang datang main kartu, maka

SUNGAI SERAYU SAKSI SEJARAH

Kebanyakan orang sekedar mengetahui betapa tragedi pemberontakan G30S/PKI adalah peristiwa pembunuhan tujuh jenderal. Tidak...!!! Itu terlalu sederhana. Karena faktanya justru banyak hal yang lebih tragis daripada "sekedar" gugurnya para pahlawan revolusi. Sepanjang aliran sungai Serayu adalah saksi dan bukti dari kekejaman para peia berseragam. Sepanjang aliran sungai Serayu adalah tempat pembantaian masyarakat sipil yang diketahui sebagai kaki tangan PKI, dicirigai sebagai anggota PKI, dicurigai sebagai golongan kiri, atau sekedar korban fitnah teman sendiri. Kakek saya yang pada saat terjadinya peristiwa masih aktif sebagai seorang junjang (perangkat desa) dan bertugas sebagai pulisi desa sering bercerita bahwa hampir setiap pagi warga desanya nyongkogi (mendorong ke tengah dengan bilah) mayat penuh luka yang hanyut terapung dan tersangkut di tepian sungai agar hanyut lagi. Hal itu karena saking seringnya ada mayat terapung di aliran sungai Serayu. Seorang teman saya bahka

DARI SISI MANA KITA MELIHAT

Sengkuni tampak buruk karena tidak ditunjukkan kebaikannya. Sebaliknya Sri Kresna tampak baik karena tidak ditunjukkan keburukannya. Sesungguhnya siapa yang lebih baik diantara Sengkuni dan Kresna? Sungguh tinggal dari sisi mana kita melihat. Orang-orang Astina tentu akan menganggap Sengkuni penuh welas asih. Apapun yang ia perbuat adalah demi kejayaan keponakan2nya. Tapi bagi pengagum Pandhawa, Sengkuni tampak julig dan licik. Demikian Kresna akan tampak baik di mata pengagum Pandawa. Sebaliknya bagi Kurawa, raja Dwarawati pun sungguh sangat julig dan licik  Sebagaimana kita melihat Rahwana dan Rama Wijaya. Betapa raja raksasa asal Alengka Diraja itu sesungguhnya memiliki perasaan yang lembut dan welas asih. Berbulan2 bahkan bertahun-tahun menculik Dewi Sinta, tapi tidak pernah sekali pun gepok-senggol, apalagi memperkosanya. Tapi tokh semua orang telah mengadilinya sebagai tokoh angkara murka yang harus dibinasakan. Sebaliknya Rama Wijaya justru telah melakukan penyerangan ke Alengka