[SERI NGLELURI ADAT] PRANATA MANGSA

 

PRANATA MANGSA

Kalender Jawa Paling Tua

 

Dalam kehidupan masyarakat Jawa terdapat kalender yang sudah sangat tua yang disebut pranata mangsa. Kalender ini berbasis pada perputaran bumi terhadap matahari. Apabila disejajarkan dengan kalender Masehi, penanggalan pranata mangsa dimulai dari tanggal 22 Juni dan berakhir pada tanggal 21 Juni tahun berikutnya.

 

Diciptakan oleh Empu Hubayun

Hingga sekarang pranata mangsa Jawa sudah berangka tahun 2935. Angka ini jelas jauh lebih tua daripada kalender Masehi yang baru berumur 2024 atau tahun Hijriyah yang baru berangka tahun 1445. Kalender pranata mangsa diciptakan oleh Empu Hubayun pada masa kejayaan Kerajaan Purwacarita.

Kalender pranata mangsa terdiri dari 12 mangsa dengan jumlah hari yang berbeda-beda pada setiap periodisasinya. Keduabelas mangsa antara lain: Mangsa pertama disebut Kartika atau yang sekarang lebih dikenal dengan nama Kasa. Mangsa kedua disebut Pusa (Karo). Mangsa ketiga disebut Manggasri (Katelu). Mangsa keempat disebut Sitra (Kapat). Mangsa kelima disebut Manggakala (Kalima). Mangsa keenam disebut Naya (Kanem). Mangsa ketujuh disebut Palguna (Kapitu). Mangsa kedelapan disebut Wisaka (Kawolu). Mangsa kesembilan disebut Jita (Kasanga). Mangsa kesepuluh disebut Srawana (Kasepuluh). Mangsa kesebelas disebut Padrawana (Desta). Sedangkan mangsa keduabelas disebut Asuji (Saddha).

 

Jumlah Hari dan Watak Mangsa Mangsa

Jumlah hari dalam setiap mangsa dapat diuraikan sebagai berikut:

1.      Kasa: 41 hari, tanggal 22 Juni-1 Agustus.

2.      Karo: 23 hari, tanggal 2-24 Agustus.

3.      Katelu: 24 hari, tanggal 25 Agustus-17 September.

4.      Kapat: 25 hari, tanggal 18 September-12 Oktober.

5.      Kalima: 27 hari, tanggal 13 Oktober-8 November.

6.      Kanem: 43 hari, tanggal 9 November-21 Desember.

7.      Kapitu: 43 hari, tanggal 22 Desember-3 Februari.

8.      Kawolu: 26/27 hari, tanggal 3 Februari-28 atau 29 Februari.

9.      Kasanga: 25 hari, tanggal 1-25 Maret.

10.  Kasapuluh: 24 hari, tanggal 26 Maret-18 April.

11.  Dhesta: 23 hari, tanggal 19 April-11 Mei.

12.  Saddha: 41 hari, tanggal 12 Mei-21 Juni.

Setiap mangsa memiliki sebutan yang berbeda-beda sesuai dengan watak yang didasarkan pada keadaan alam di Pulau Jawa, antara lain:

1.    Kasa (Kartika) memiliki sebutan Sesotya murca ing embanan yang berarti permata jatuh dari wadahnya. Keadaan alam daun-daun berguguran karena saat dimulainya musim kemarau. Pada musim ini kayu mulai mongering, belalang masuk ke dalam tanah, para petani membakar jerami dan dimulainya menanam palawija.

2.    Karo (Pusa) memiliki sebutan bantala rengka yang berarti bumi merekah. Saat mulainya musim kemarau. tanah mengering dan retak-retak, pohon randu dan mangga mulai berbunga.

3.    Katelu (Manggasri) memiliki sebutan suta manut ing bapa yang berarti anak menurut bapaknya. Yaitu saatnya umbi-umbian mencari pohon inang untuk menjalar. Pada musim ini rebung bambu bermunculan, palawija mulai dipanen.

4.    Kapat (Sitra) memiliki sebutan waspa kumembeng jroning kalbu yang berarti air mata menggenang dalam hati. Saat dimana air berada jauh di dalam tanah, mata air mongering, sehingga masyarakat kekurangan air. Pada musim ini pohon randu mulai berbuah, saatnya petani panen palawija.

5.    Kalima (Manggakala) memiliki sebutan pancuran mas sumawur ing jagad yang berarti pancuran emas menyirami dunia. Yaitu saat dimulainya musim penghujan. Pohon asam Jawa tumbuh bersemi, ulat-ulat bermunculan, laron keluar dari sarang, lempuyang dan temu kunci mulai bertunas, petani mulai menggarap sawah.

6.    Kanem (Naya) memiliki sebutan rasa mulya kasuciyan yang berarti tumbuhnya rasa kemuliaan dalam keadaan yang suci. Buah-buahan seperti durian, rambutan, dan manggis mulai panen, petani menyebar benih padi di sawah.

7.    Kapitu (Palguna) memiliki sebutan wisa kentir ing maruta yang berarti racun hanyut bersama angina. Musim ini banyak penyakit, banyak hujan, sungai banjir, saatnya petani menanam padi di sawah.

8.    Kawolu (Wisaka) memiliki sebutan anjrah jroning kayun yang berarti merasuk ke dalam hati. Saat terjadinya anjing dan kucing kawin, padi yang ditanam petani di sawah mulai tumbuh menghijau.

9.    Kasanga (Jita) memiliki sebutan wedharing wacana mulya yag berarti terucapnya hal-hal mulia. Musim ini banyak terdengar suara tonggeret dan jangkrik di kebun. Padi mulai berbunga, masih sering terjadi banjir, bunga glagah berguguran, burung ocehan banyak berkicau.

10. Kasepuluh (Srawana) memiliki sebutan gedhong mineb jroning kalbu yang berarti gedung menutup di dalam hati. Masanya anjing dan kucing bunting, burung-burung kecil mulai menetas telurnya.

11. Desta (Padrawana) memiliki sebutan sesotya sinarawedi yang berarti perhiasan yang bersinar mulia. Saatnya burung-burung memberi makan anaknya, buah kapuk randu merekah, saatnya masa panen padi yang berumur pendek.

12. Sada (Asuji) memiliki sebutan tirta sah saking sasana yang berarti air meninggalkan tempatnya. Mulai jarang hujan, suhu udara menurun dan terasa dingin, saatnya petani menanam palawija seperti kedelai, atau jagung.

 

Masih Berlaku

Meskipun perjalanan kehidupan silih berganti mulai dari prasejarah hingga post modernism, namun keadaan alam masih berjalan sebagaimana mestinya. Sampai sekarang pranata mangsa masih menjadi dasar perhitungan bagi petani daam menggarap sawah. Banyak orang menganggap keadaan iklim sudah berubah. Tetapi sejatinya orang Jawa sudah memiliki perhitungan tersendiri yang didasarkan pada siklus delapan tahunan. Pada tahun urang akan terjadi jarang hujan. Sebaliknya pada tahun yuyu akan terjadi banyak hujan.

Perhitungan tentang keadaan alam sekitar pun masih belum berubah. Misalnya mangsa Kanem adalah musim durian dan rambutan, mangsa Kawolu saat terjadinya kucing kawin, lung gadhung mulai mencari rambatan pada mangsa Katiga, dan seterusnya. Satu hal yang tidak banyak diketahui adalah bahwa awal datangnya mangsa Kasa (mangsa pertama) adalah tanggal 22 Juni yang merupakan awal datangnya musim panas di Eropa. Disini kita bisa membuka mata betapa tuanya tradisi Jawa. Sejak lama bangsa Jawa telah memiliki kearifan lokal yang begitu agung. Bahkan sebelum bangsa Eropa mengenal angka tahun, bangsa Jawa telah mendahuluinya.*

 

Comments

Popular posts from this blog

MAKNA SIMBOLIK PADA PROPERTI BEGALAN

KONSEP KARYA TARI SELIRING GENTING

PRODUKSI BATIK BANYUMASAN