PERUMUSAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KEPARIWISATAAN BERBASIS KEBUDAYAAN LOKAL
Kebijakan pengembangan kepariwisataan berbasis kebudayaan lokal didasarkan pada tuntutan bahwa untuk mengembangkan bidang kepariwisataan dibutuhkan keunikan-kenunikan lokal sebagai daya tarik wisatawan untuk datang dan menikmati dalam kerangka tujuan wisata. Di wilayah Kabupaten Banyumas berkembang ragam kebudayaan yang bersumber dari kearifan lokal masyarakat setempat. Kearifan lokal tersebut dibangun dari tradisi sebuah masyarakat berpola kehidupan tradisional-agraris yang berada di luar pengaruh langsung dari kebudayaan Jawa yang dikembangkan oleh pusat-pusat kerajaan. Semua ini telah menjadi keunikan tersendiri yang memungkinkan menjadi daya tarik wisata, baik bagi wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara.
Berdasarkan pemahaman tersebut, maka kebijakan pengembangan kepariwisataan berbasis kebudayaan lokal dapat dilihat dari beberapa segmen, antara lain:
a. Nilai Kebijakan. Nilai kebijakan pengembangan kepariwisataan berbasis kebudayaan lokal dapat dilihat dari tiga sudut pandang, yaitu:
1) Sudut pandang wisatawan, kepariwisatawan yang dikembangkan di Kabupaten Banyumas memiliki keunggulan daya tarik yang memungkinkan wisatawan lebih lama tinggal di wilayah Kabupaten Banyumas.
2) Sudut pandang kepentingan masyarakat, kepariwisatawan yang dikembangkan di Kabupaten Banyumas dapat memberikan dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat melalui peluang usaha di bidang kepariwisataan.
3) Sudut pandang Pendapatan Asli Daerah (PAD), kepariwisatawan yang dikembangkan di Kabupaten Banyumas dapat memberikan andil bagi peningkatan Pendapatan Asli Daerah.
b. Nilai Organisasi, pengembangan bidang kepariwisataan yang dilaksanakan secara serius telah mampu memberikan pengaruh terhadap penguatan sektor kepariwisataan di antara sektor-sektor pembangunan lain di Kabupaten Banyumas. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, di Kabupaten Banyumas mulai dilaksanakan otonomi daerah yang salah satu wujudnya adalah digabungkannya sektor kepariwisataan dan sektor kebudayaan dalam satu lingkup kedinasan dalam wadah Dinas Pariwisata dan Kebudayaan. Penggabungan kedua sektor ini telah digagas untuk dapat disinergikan menjadi kepariwisataan yang berbasis kebudayaan lokal.
Akibat dari formulasi kebijakan kepariwisataan berbasis kebudayaan lokal telah menuntut kinerja pada tiga Bidang yang tergabung dalam Sutruktur Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Banyumas untuk bekerja secara sinergis. Ketiga Bidang tersebut adalah Bidang Obyek dan Pemasaran Wisata, Bidang Sarana Wisata dan Bidang Kebudayaan. Ketiganya dituntut untuk secara bersama-sama menjadi satu kekuatan membangun sektor kepariwisataan di Kabupaten Banyumas menjadi salah satu sektor ekonomi unggulan yang mampu menjadi kebanggaan daerah.
c. Karakteristik Pembuat Kebijakan. Kebijakan kepariwisataan berbasis kebudayaan lokal memberikan dampak positif bagi sumberdaya manusia (SDM) di bidang kepariwisataan dan kebudayaan untuk mampu memerankan diri secara optimal dalam pelaksanaan kebijakan. Untuk itu ada dua hal penting yang harus dikembangkan, yaitu:
1) Profesionalitas. Seluruh karyawan di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Banyumas dituntut untuk mampu bersikap profesional dalam pelaksanaan tugasnya. Para pejabat yang membidangi tugas-tugas tertentu dituntut untuk mampu menjadi ahli dalam bidangnya. Hal ini mengingat bidang kepariwisataan merupakan sebuah industri yang disadari atau tidak selalu memunculkan berbagai ragam permasalahan yang memerlukan pemecahan secara cepat, tepat dan tuntas. Demikian pula karyawan yang berada dalam posisi pelaksana harus mampu menjalankan tugas pokok dan fungsi dengan baik agar mampu manghasilkan pola kinerja yang optimal.
2) Loyalitas. Seluruh SDM di lingkungan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Banyumas dituntut untuk mampu bersikap loyal terhadap bidang tugas dan fungsinya dalam pekerjaan. Tanpa loyalitas, maka memungkinkan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan sekedar menjadi tempat mencari keuntungan pribadi yang berkiprah dalam usaha pariwisata.
d. Konteks Pilihan Kebijakan. Kebijakan pengembangan kepariwisataan berbasis kebudayaan lokal merupakan pilihan di antara kemungkinan-kemungkinan lain dalam pembangunan sektor kepariwisataan di Kabupaten Banyumas. Pemilihan kebijakan ini paling tidak didasarkan pada tiga hal, yaitu:
1) Konteks Sosial-budaya. Masyarakat Banyumas merupakan sebuah kelompok sosial yang memiliki ragam kebudayaan tersendiri yang hingga sekarang masih memungkinkan dijadikan sebagai mainstream dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan sosial. Ragam kebudayaan lokal Banyumas tidak dapat ditinggalkan begitu saja dalam proses pembangunan yang ditujukan pada kemajuan daerah. Ragam kebudayaan lokal yang ada justru memungkinkan dijadikan sebagai spirit dan sumber motivasi agar pembangunan yang dilaksanakan terarah, berkarakter dan berkepribadian. Oleh karena itu, pembangunan bidang kepariwisataan pun dituntut untuk berpijak dari kenyataan sosial yang ada, dan kemudian lahirlah kebijakan pengembangan kepariwisataan berbasis kebudayaan lokal.
2) Konteks Sejarah. Dilihat dari konteks sejarah, baik bidang kepariwisataan maupun bidang kebudayaan sama-sama memiliki sisi historis yang kuat bagi kehidupan masyarakatnya. Bidang kepariwisataan memiliki sejarah panjang sejak berakhirnya era perang Diponegoro tahun 1830, wilayah Dulangmas (Kedu, Magelang, Banyumas) di jual kepada Pemerintah Belanda sebagai bentuk pampasan perang. Sejak itu pula bangsa Belanda mulai masuk ke wilayah Banyumas untuk menjalankan cultuur stelsel. Dari sinilah awal kepariwisataan di Kabupaten Banyumas berlangsung yang diawali penggunaan wilayah Baturraden sebagai tempat persinggahan.
Sementara itu sejarah perkembangan kebudayaan lokal Banyumas memiliki perjalanan yang begitu panjang sebagai ragam kebudayaan pinggiran yang telah berlangsung sejak masa kejayaan Majapahit hingga era Surakarta-Yogyakarta. Pada masa Demak bahkan Banyumas menjadi wilayah perdikan berada di bawah kekuasaan Kadipaten Pasir dengan batas udhug-udhug Kerawang di sebelah barat dan tugu mangangkang (gunung Sindoro-Sumbing) di sebelah timur (Baca Yusmanto, 2006).
Runutan sejarah panjang bidang kepariwisataan dan kebudayaan di Kabupaten Banyumas merupakan kekuatan tersendiri dalam mewujudkan sebuah kebijakan pembangunan di bidang kepariwisataan yang membumi dan sesuai dengan kondisi strategis yang ada. Dengan demikian kebijakan pengembangan kepariwisataan berbasis kebudayaan lokal merupakan sebuah usaha yang tidak ahistoris. Sebaliknya, kebijakan tersebut memiliki dasar yang sangat kuat di lihat dari sisi historis perkembangan kepariwisataan dan kebudayaan lokal setempat.
3) Kebijakan Lain. Seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah Kabupaten Banyumas telah melahirkan berbagai ragam kebijakan yang diarahkan pada terwujudnya kesejahteraan masyarakat dan terpenuhinya standar pelayanan minimal. Lahirnya kebijakan pengembangan kepariwisataan berbasis kebudayaan lokal di Kabupaten Banyumas masih berada dalam ranah pelaksanaan kebijakan dimaksud. Apabila kebijakan yang tertuang dalam visi-misi Kabupaten Banyumas tahun 2002-2006 adalah starting point, maka kebijakan pengembangan kepariwisataan berbasis kebudayaan lokal merupakan entry point-nya.
Berdasarkan pemahaman tersebut, maka kebijakan pengembangan kepariwisataan berbasis kebudayaan lokal dapat dilihat dari beberapa segmen, antara lain:
a. Nilai Kebijakan. Nilai kebijakan pengembangan kepariwisataan berbasis kebudayaan lokal dapat dilihat dari tiga sudut pandang, yaitu:
1) Sudut pandang wisatawan, kepariwisatawan yang dikembangkan di Kabupaten Banyumas memiliki keunggulan daya tarik yang memungkinkan wisatawan lebih lama tinggal di wilayah Kabupaten Banyumas.
2) Sudut pandang kepentingan masyarakat, kepariwisatawan yang dikembangkan di Kabupaten Banyumas dapat memberikan dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat melalui peluang usaha di bidang kepariwisataan.
3) Sudut pandang Pendapatan Asli Daerah (PAD), kepariwisatawan yang dikembangkan di Kabupaten Banyumas dapat memberikan andil bagi peningkatan Pendapatan Asli Daerah.
b. Nilai Organisasi, pengembangan bidang kepariwisataan yang dilaksanakan secara serius telah mampu memberikan pengaruh terhadap penguatan sektor kepariwisataan di antara sektor-sektor pembangunan lain di Kabupaten Banyumas. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, di Kabupaten Banyumas mulai dilaksanakan otonomi daerah yang salah satu wujudnya adalah digabungkannya sektor kepariwisataan dan sektor kebudayaan dalam satu lingkup kedinasan dalam wadah Dinas Pariwisata dan Kebudayaan. Penggabungan kedua sektor ini telah digagas untuk dapat disinergikan menjadi kepariwisataan yang berbasis kebudayaan lokal.
Akibat dari formulasi kebijakan kepariwisataan berbasis kebudayaan lokal telah menuntut kinerja pada tiga Bidang yang tergabung dalam Sutruktur Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Banyumas untuk bekerja secara sinergis. Ketiga Bidang tersebut adalah Bidang Obyek dan Pemasaran Wisata, Bidang Sarana Wisata dan Bidang Kebudayaan. Ketiganya dituntut untuk secara bersama-sama menjadi satu kekuatan membangun sektor kepariwisataan di Kabupaten Banyumas menjadi salah satu sektor ekonomi unggulan yang mampu menjadi kebanggaan daerah.
c. Karakteristik Pembuat Kebijakan. Kebijakan kepariwisataan berbasis kebudayaan lokal memberikan dampak positif bagi sumberdaya manusia (SDM) di bidang kepariwisataan dan kebudayaan untuk mampu memerankan diri secara optimal dalam pelaksanaan kebijakan. Untuk itu ada dua hal penting yang harus dikembangkan, yaitu:
1) Profesionalitas. Seluruh karyawan di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Banyumas dituntut untuk mampu bersikap profesional dalam pelaksanaan tugasnya. Para pejabat yang membidangi tugas-tugas tertentu dituntut untuk mampu menjadi ahli dalam bidangnya. Hal ini mengingat bidang kepariwisataan merupakan sebuah industri yang disadari atau tidak selalu memunculkan berbagai ragam permasalahan yang memerlukan pemecahan secara cepat, tepat dan tuntas. Demikian pula karyawan yang berada dalam posisi pelaksana harus mampu menjalankan tugas pokok dan fungsi dengan baik agar mampu manghasilkan pola kinerja yang optimal.
2) Loyalitas. Seluruh SDM di lingkungan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Banyumas dituntut untuk mampu bersikap loyal terhadap bidang tugas dan fungsinya dalam pekerjaan. Tanpa loyalitas, maka memungkinkan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan sekedar menjadi tempat mencari keuntungan pribadi yang berkiprah dalam usaha pariwisata.
d. Konteks Pilihan Kebijakan. Kebijakan pengembangan kepariwisataan berbasis kebudayaan lokal merupakan pilihan di antara kemungkinan-kemungkinan lain dalam pembangunan sektor kepariwisataan di Kabupaten Banyumas. Pemilihan kebijakan ini paling tidak didasarkan pada tiga hal, yaitu:
1) Konteks Sosial-budaya. Masyarakat Banyumas merupakan sebuah kelompok sosial yang memiliki ragam kebudayaan tersendiri yang hingga sekarang masih memungkinkan dijadikan sebagai mainstream dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan sosial. Ragam kebudayaan lokal Banyumas tidak dapat ditinggalkan begitu saja dalam proses pembangunan yang ditujukan pada kemajuan daerah. Ragam kebudayaan lokal yang ada justru memungkinkan dijadikan sebagai spirit dan sumber motivasi agar pembangunan yang dilaksanakan terarah, berkarakter dan berkepribadian. Oleh karena itu, pembangunan bidang kepariwisataan pun dituntut untuk berpijak dari kenyataan sosial yang ada, dan kemudian lahirlah kebijakan pengembangan kepariwisataan berbasis kebudayaan lokal.
2) Konteks Sejarah. Dilihat dari konteks sejarah, baik bidang kepariwisataan maupun bidang kebudayaan sama-sama memiliki sisi historis yang kuat bagi kehidupan masyarakatnya. Bidang kepariwisataan memiliki sejarah panjang sejak berakhirnya era perang Diponegoro tahun 1830, wilayah Dulangmas (Kedu, Magelang, Banyumas) di jual kepada Pemerintah Belanda sebagai bentuk pampasan perang. Sejak itu pula bangsa Belanda mulai masuk ke wilayah Banyumas untuk menjalankan cultuur stelsel. Dari sinilah awal kepariwisataan di Kabupaten Banyumas berlangsung yang diawali penggunaan wilayah Baturraden sebagai tempat persinggahan.
Sementara itu sejarah perkembangan kebudayaan lokal Banyumas memiliki perjalanan yang begitu panjang sebagai ragam kebudayaan pinggiran yang telah berlangsung sejak masa kejayaan Majapahit hingga era Surakarta-Yogyakarta. Pada masa Demak bahkan Banyumas menjadi wilayah perdikan berada di bawah kekuasaan Kadipaten Pasir dengan batas udhug-udhug Kerawang di sebelah barat dan tugu mangangkang (gunung Sindoro-Sumbing) di sebelah timur (Baca Yusmanto, 2006).
Runutan sejarah panjang bidang kepariwisataan dan kebudayaan di Kabupaten Banyumas merupakan kekuatan tersendiri dalam mewujudkan sebuah kebijakan pembangunan di bidang kepariwisataan yang membumi dan sesuai dengan kondisi strategis yang ada. Dengan demikian kebijakan pengembangan kepariwisataan berbasis kebudayaan lokal merupakan sebuah usaha yang tidak ahistoris. Sebaliknya, kebijakan tersebut memiliki dasar yang sangat kuat di lihat dari sisi historis perkembangan kepariwisataan dan kebudayaan lokal setempat.
3) Kebijakan Lain. Seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah Kabupaten Banyumas telah melahirkan berbagai ragam kebijakan yang diarahkan pada terwujudnya kesejahteraan masyarakat dan terpenuhinya standar pelayanan minimal. Lahirnya kebijakan pengembangan kepariwisataan berbasis kebudayaan lokal di Kabupaten Banyumas masih berada dalam ranah pelaksanaan kebijakan dimaksud. Apabila kebijakan yang tertuang dalam visi-misi Kabupaten Banyumas tahun 2002-2006 adalah starting point, maka kebijakan pengembangan kepariwisataan berbasis kebudayaan lokal merupakan entry point-nya.
Comments
Post a Comment