KONSEP KARYA TARI TEMBANG PANGIMPEN
A. Tema/Judul/Nama
1. Tema : Impian atau pangimpen dalam dunia anak-anak.
2. Judul Karya : Tembang Pangimpen
B. Gagasan Dasar Penciptaan
Obsesi adalah bayangan orang lain yang kita puja-akui sebagai bayangan diri sendiri, sehingga kita pontang-panting menggapainya. Kita kadang lupa dengan bayangan diri sendiri, yang meski dekat pun sulit kita gapai. Setiap orang memang bebas berimajinasi, bermimpi, berobsesi atau mengkhayal. Ini adalah hasil kerja otak yang dalam bahasa Jawa dapat digolongkan ke dalam pangimpen. Melalui proses semacam ini, maka setiap orang memungkinkan meyakinkan diri untuk mewujudkan apa yang diimajinasikan, diimpikan, diobsesikan atau dikhayalkannya. Tanpa adanya usaha mewujudkan, maka orang itu hanya sekedar menjadi imajinatif, pemimpi, obsesif atau pengkhayal. Berawal dari sinilah, kemudian akan tumbuh daya semangat dan motivasi dalam diri seseorang untuk berusaha lebih keras mewujudkan pangimpen yang ada dalam pikirannya.
Dalam dunia anak, pangimpen merupakan salah satu hal terpenting. Pangimpen menjadi bagian tak terpisahkan dari proses pembelajaran yang membawa seorang anak mampu mengenali diri dan lingkungannya. Melalui pangimpen, seorang anak dengan bebas berimajinasi menjadi apa saja, mendapatkan apa saja, mulai dari yang paling rasional hingga yang paling irrasional sekalipun. Ia bisa memimpikan bisa terbang tinggi dengan sayap seperti burung atau menyelam dan berenang seperti ikan. Ia bisa juga berimajinasi menjadi seorang yang dengan penuh kasih sayang mengurus keluarganya. Tetapi, ia juga sah jika berimajinasi menjadi batu yang sangat keras atau menjadi robot yang tak terkalahkan. Semua itu adalah proses kreatif yang bermuara menjadi cita-cita yang diharapkan dapat dicapai kelak setelah mencapai usia dewasa. Oleh karena itu pangimpen dapat menjadi rencana besar yang dipersiapkan oleh seorang anak yang dipersiapkan masa depannya.
Gagasan terhadap alam pangimpen memungkinkan direpresantasikan ke dalam karya seni tari yang memungkinkan dikonsumsi untuk kalangan anak-anak. Dalam hal ini ragam gerak tarian dijadikan sebagai media ungkap bagi impian-impian yang ada dalam diri mereka. Setiap pangimpen yang ada dalam diri seseorang didasarkan pada tata nilai dan pengalaman empirik yang terjadi dalam kehidupan keseharian dunia kanak-kanak. Mengenai tata nilai, pangimpen dalam diri seseorang tidak lepas dari nilai-nilai yang dianut oleh yang bersangkutan, baik dalam konteks kehidupan pribadi maupun kehidupan sosial. Adapun tentang pengalaman empirik dapat dijabarkan bahwa kehidupan sehari-hari merupakan media pembelajaran. Melalui pengalaman yang diperoleh dalam kehidupan sehari-hari, maka seorang anak akan mampu menemukan jati dirinya sebagai manusia yang memliki hak dan kewajiban serta berkemampuan membedakan benar-salah, baik-buruk, untung-rugi, dan seterusnya.
C. Konsep Penciptaan
Pengungkapan fakta empirik tentang pangimpen dalam dunia kanak-kanak dalam karya ini diwujudkan melalui karya tari dengan mengambil sumber ragam gerak tari Banyumasan. Semua ini dilakukan sebagai wujud kepedulian terhadap perkembangan ragam kesenian lokal Banyumas yang dirasa sangat perlu dikembangkan agar mampu mengikuti perubahan jaman. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan cara melakukan eksperimentasi, inovasi dan pengembangan ragam gerak tarian yang ada ke dalam ragam gerak tari konvensional dan non-konvensional yang diharapkan mampu mewadahi gagasan pembaharuan dalam konteks kesenian.
Dalam usaha mewujudkan karya tari ini dilakukan tiga tahapan penting, antara lain: orientasi, observasi, dan eksploitasi. Pada tahap orientasi dilakukan langkah-langkah penting berupa usaha pencermatan terhadap gagasan dasar/tema yang akan diungkap, materi/bahan, obyek, teknik, bentuk, dan karakter yang dibutuhkan. Gagasan dasar yang menjadi tema karya adalah obsesi, impian dan atau cita-cita. Maka, sebagai langkah awal adalah melakukan pencermatan terhadap hal-hal yang terkait dengan obsesi, impian dan atau cita-cita. Di sini hal-hal yang dicermati antara lain mulai dari sumber yang menjadi sebab terjadinya obsesi, hal-hal yang umum menjadi obyek obsesi, hingga cara pengungkapan obsesi atau impian.
Materi atau bahan yang digunakan untuk mengungkapkan persoalan-persoalan terkait dengan obsesi atau impian adalah ragam gerak tarian dengan mengambil obyek ragam tari Banyumasan. Khasanah tari Banyumasan ini kemudian dirancang untuk diwujudkan dalam bentuk tari yang mewakili dunia kanak-kanak. Dengan demikian dalam pelaksanaan pengungkapan dipilih teknik-teknik gerak yang memungkinkan dapat dilakukan oleh anak-anak. Di sisi lain karakter gerak dipilih yang selaras dengan karakter yang dibutuhkan untuk mengungkapkan gagasan dasar tentang impian.
Observasi dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung terhadap obyek, fenomena, dan fakta sosial yang terjadi di lingkungan sehari-hari yang lazim dijumpai dalam kehidupan anak-anak. Dalam hal ini obyek, fenomena, maupun fakta sosial yang dicermati adalah fakta-fakta empirik dengan mengambil fokus kajian lingkup wilayah sebaran kebudayaan Banyumas. Salah satu fenomena penting dari kebudayaan Banyumas adalah akar budaya yang bersumber dari kehidupan rakyat kebanyakan (wong cilik). Ragam kebudayaan Banyumas berakar kerakyatan dengan pola egaliter dan sederhana. Dengan melihat fakta demikian maka sangat mungkin digarap karya tari dengan warna kerakyatan.
Langkah ketiga adalah eksploitasi yang dilakukan dengan cara melakukan pencarian dan eksperimentasi gerak. Berdasarkan hasil orientasi dan observasi maka tahap pencarian dan eksperimentasi diarahkan pada ragam gerak tarian yang bersumber dari kultur Banyumas. Secara teknis, usaha ini dilakukan melalui usaha inovasi dari ragam gerak yang sudah ada maupun penciptaan ragam gerak yang sama sekali baru dalam dunia seni tari yang didasarkan pada fenomena-fenomena tradisi dan atau budaya lokal Banyumas.
D. Tahap Penggarapan/Penyusunan
Tahap penggarapan/penyusunan karya diawali dari perencanaan karya yang meliputi bentuk dan struktur karya tari yang hendak disusun. Dalam hal ini yang dimaksud dengan bentuk adalah wujud bangunan karya tari yang dirancang mampu mereaktualisasikan gagasan tentang pangimpen atau impian yang mungkin terjadi pada diri anak-anak. Desain bentuk yang dirancang untuk mengungkapkan fakta empirik tentang pangimpen adalah karya tari Banyumasan. Dilihat dari struktur sajian, karya ini terdiri dari tiga plot, yaitu plot awal, plot tengah, dan plot akhir. Plot awal merupakan bagian permulaan atau introduction dari keseluruhan sajian karya, disajikan gambaran alam pedesaan yang ramah dan dinamis. Plot tengah merupakan bagian inti sajian karya, disajikan hal-hal pokok tentang pangimpen. Sedangkan plot akhir adalah bagian ending atau extroduction dari keseluruhan sajian yang mengetengahkan tentang solusi dari permasalahan yang diangkat dalam cerita.
Berdasarkan perencanaan dan desain karya seperti tersebut di atas, selanjutnya dilakukan proses garap karya. Pada tahap ini dilakukan implementasi gagasan dasar/tema dalam bentuk karya melalui ragam gerak tarian. Dalam hal ini pemilihan ragam gerak tarian diarahkan untuk mampu mengungkapkan tema sajian, yaitu fakta empirik tentang impian, obsesi atau cita-cita. Dalam proses garap karya dipilih ragam gerak yang bersumber dari ragam tari tradisional maupun tradisi/budaya lokal Banyumasan. Hal tersebut dilakukan guna mengungkapkan warna kerakyatan dengan latar belakang kebudayaan Banyumas.
Dalam usaha mewujudkan gagasan dasar/tema dilakukan simulasi berbagai unsur. Dalam karya ini beberapa unsur penting antara lain: ragam gerak tarian, musik iringan, rias, busana, lighting, dan setting panggung. Perwujudan gagasan tentang pangimpen dalam karya ini dilakukan dengan cara mengkolaborasikan ragam gerak tari dengan ragam musik iringan, rias, busana, lighting, properti, dan setting panggung yang sesuai dengan tema sajian. Musik iringan dipilih aransemen musikal yang memiliki warna kerakyatan yang disajikan melalui perangkat musik tradisional yang berkembang di Banyumas, yaitu perangkat musik calung dan genjring. Untuk rias dan busana diarahkan pada tampilan non-tradisi dengan tetap tidak meninggalkan warna-warna lokal Banyumas. Misalnya: busana menggunakan kain batik Banyumasan, rias kerakyatan, demikian pula tatanan rambut lebih mengesankan warna kerakyatan meskipun terdapat polesan-polesan non-tradisi. Tata lampu atau lighting dipilih warna dasar bulan dengan cara memadukan warna merah, biru dan putih. Properti yang digunakan adalah perkakas tradisional yang lazim digunakan dalam kehidupan tradisional di Banyumas yang dalam hal ini dipilih cepon (bakul kecil) dan jajan pasar. Adapun setting panggung diarahkan pada warna tradisional-kerakyatan dengan menampilkan background berupa dedaunan pohon dan rumpun bambu.
Keseluruhan unsur tersebut di atas diaplikasikan menjadi satu-kesatuan konsep garap medium yang utuh. Masing-masing elemen tidak berdiri sendiri-sendiri, melainkan merupakan bagian dari keseluruhan dengan porsi dan proporsi yang memungkinkan. Sebagai contoh, ragam musikal yang dihasilkan dari tabuhan calung dan genjring dipadu dengan jenis vokal dengan warna kerakyatan. Ragam musikal semacam ini digunakan untuk mendukung suasana dan karakter sajian serta gerak tarian yang disajikan. Busana yang dikenakan tidak sekedar menyajikan tampilan fisik, tetapi juga harus mampu meekspresikan karakter kerakyatan yang secara umum melekat pada masyarakat kecil di Banyumas. Pada elemen lain seperti properti, tata lampu, tata rias, dan setting panggung pun diarahkan untuk terwujudnya karakter kerakyatan yang bersifat mendukung tema sajian.
Di dalam karya tari ini hendak diungkapkan tentang nilai-nilai kejuangan dalam mencapai cita-cita. Sajian karya tari ini diharapkan akan memberikan kesan bahwa tinggi-rendahnya nilai kemanusiaan tidak terdapat pada kaya-miskin, bahagia-derita atau tinggi-rendahnya jabatan. Nilai kemanusiaan terletak pada bagaimana seseorang mampu menjaga harkat dan martabatnya sebagai manusia serta bagaimana mengaplikasikan nilai-nilai yang dijadikan sebagai pedoman hidup dalam konteks kehidupan pribadi maupun kehidupan sosial. Sesungguhnya inilah pesan nilai yang hendak diungkapkan pada karya ini.
Pencapaian kualitas sajian dicapai melalui dua cara, yaitu (1) kemampuan mengungkap nilai-nilai artistik dan nilai-nilai kemanusiaan sesuai dengan gagasan dasar tentang pangimpen, dan (2) kemampuan teknik sajian. Kemampuan mengungkap nilai-nilai artistik dan nilai-nilai kemanusiaan diaktualisasikan melalui kemampuan olah rasa dalam penampilan sajian karya. Sedangkan kemampuan teknik sajian ditunjukkan melalui kemampuan menyajikan teknik garap dari keseluruhan unsur yang terlibat dalam bangunan karya hingga mencapai tahap virtousitas yang diinginkan.
E. Medium/Elemen
Dalam sajian karya ini digunakan beberapa media pendukung karya, seperti musik iringan, rias, busana, lighting, properti, dan setting panggung. Secara rinci medium atau elemen-elemen tersebut dapat dirinci sebagai berikut:
1. Iringan. Iringan karya tari ini menggunakan dua macam perangkat musik, yaitu calung dan genjring. Calung adalah alat musik tradisional khas Banyumas yang terbuat dari bahan baku berupa bambu wulung dengan nada-nada pentatonik berlaras slendro. Sedangkan genjring merupakan alat musik berupa membran berbahan baku kulit yang lazim digunakan untuk sajian musik Islami. Kedua macam perangkat musik ini digunakan untuk mengungkapkan suasana kerakyatan melalui sajian aransemen musikalnya yang memang bernuansa kerakyatan.
Di dalam sajian karya ini akan disajikan beberapa ragam musikal antara lain: (a) intro laras slendro, (b) gendhing Lobong Ilang laras slendro, (c) gendhing Man Dhoplang laras slendro, (d) palaran Asmaradan laras slendro, dan (e) gendhing Gathotkaca Edan laras slendro. Keseluruhan aransemen musikal ini pada prinsipnya adalah ragam gendhing tradisi gaya Banyumas. Namun demikian dalam penggunaannya, gendhing-gendhing tersebut disajikan dengan perpaduan antara teknik garap konvensional dan non-konvensional dengan menggunakan medium berupa perangkat musik calung dan genjring.
2. Rias dan Busana. Rias dalam karya tari ini pada dasarnya adalah rias ayu, namun demikian diarahkan untuk terwujudnya tampilan karakter masyarakat pedesaan. Cara yang dilakukan adalah dengan menggunakan warna-warna dasar yang cenderung kegelap-gelapan (tidak menyala). Adapun busana yang digunakan antara lain: (a) bagian kepala, penataan rambut dengan sanggul modern dipadu dengan bunga warna-warni untuk mengesankan tampilan tradisional, (b) bagian dada menggunakan mekak warna ceria yang dipadu dengan motif batik Banyumasan. Perpaduan warna ini selain digunakan untuk mengungkapkan dunia kanak-kanak yang ceria, juga untuk menunjukkan identitas Banyumas. Pada bagian bawah digunakan kain batik tradisional yang memungkinkan dipakai apabila gerak kaki melangkah lebar.
3. Tata Lampu. Penataan lighting diarahkan untuk terciptanya warna dasar sindar bulan dengan memadukan warna merah, biru dan putih. Namun demikian untuk menguatkan suasana adegan digunakan lampu spot tertentu yang diarahkan pada tokoh-tokoh tertentu pada plot-plot yang dibutuhkan.
4. Properti. Properti yang digunakan dalam karya tari ini antara lain cepon (bakul kecil).
5. Tata Panggung. Tata panggung diarahkan untuk mewujudkan alam pedesaan. Untuk keperluan ini digunakan dedaunan dan rumpun bambu yang dipasang sebagai latar belakang panggung pertunjukan. Panggung dirancang dua versi, yaitu panggung prosenium dan panggung arena.
6. Durasi Sajian. Karya tari ini dirancang untuk disajikan dalam waktu 9 (sembilan) menit.
7. Jumlah Penari. Karya tari ini disajikan oleh penari perempuan dengan jumlah penari antara 3 – 7 orang anak usia 12 – 15 tahun.
F. Teknik Garap
Kekuatan karya tari ini sesungguhnya adalah pada kekayaan ragam kesenian tradisional yang ada di wilayah sebaran kebudayaan Banyumas. Beberapa ragam kesenian lokal di daerah ini antara lain lengger, dhaeng atau aplang, dan ebeg. Pada ragam kesenian itu terdapat tari-tarian yang memiliki kekhasan, baik dalam tataran gerak, musikal maupun pola rasa di dalam sajian-sajiannya. Sebagai contoh gerak tari pada pertunjukan lengger memiliki karakter yang dinamis, sementara dhaeng dan ebeg memiliki karakter gagah. Semua ini menjadi pangkal tolak penciptaan gerak tarian yang digunakan untuk merepresentasikan gagasan tentang pangimpen.
Usaha yang dilakukan adalah menstilisasi kekuatan teknik gerak pada ‘kesenian sumber’ ke dalam ragam gerak tarian non-tradisi dengan cara mengubah power, teknik, volume, dan karakter. Dengan cara demikian maka ragam gerak yang semula bersumber dari tradisi lokal mampu mencitrakan bentuk gerak baru yang berkesan non-tradisi.
Hal yang sama diberlakukan pula dalam menggarap musik iringan. Perangkat musik yang terdiri dari perangkat musik tradisional dengan ragam aransemen musikal (gendhing) tradisi, digarap dengan teknik-teknik non-konvensional. Cara demikian dilakukan untuk menyesuaikan kebutuhan garapan non-tradisi pada ragam gerak tariannya. Dalam hal ini untuk semakin memperkuat karakter dan visualisasi sajian, didukung pula oleh tata rias dan busana, tata lampu serta tata panggung yang sesuai dengan kebutuhan pementasan.
G. Sinopsis
Dalam dunia anak, pangimpen merupakan bagian tak terpisahkan dari proses pembelajaran yang membawa seorang anak mampu mengenali diri dan lingkungannya. Melalui pangimpen, seorang anak dengan bebas berimajinasi menjadi apa saja, mendapatkan apa saja, mulai dari yang paling rasional hingga yang paling irrasional sekalipun. Semua itu adalah proses kreatif yang bermuara menjadi cita-cita yang diharapkan dapat dicapai kelak kemudian hari. Oleh karena itu pangimpen dapat menjadi rencana besar yang dipersiapkan oleh seorang anak yang dipersiapkan masa depannya.
H. Penutup
Karya ini diharapkan tersusun dalam bentuk satu-kesatuan sajian utuh yang menggambarkan alam pangimpen (impian/obsesi) dalam diri anak-anak. Secara visual karya tari ini juga mencitrakan sebuah karya lokal Banyumas yang digarap melalui pendekatan tari rakyat. Diharapkan karya ini mampu menjadi salah satu karya yang mampu mencitrakan Banyumas sebagai salah satu kekuatan seni-budaya, baik dalam tataran lokal, regional, nasional, bahkan internasional.
Selaras dengan karya yang sedang dirancang, maka sebagai akhir tulisan ini disarankan beberapa hal, antara lain:
1. Seniman harus senantiasa mampu mengembangkan gagasan kreatifnya ke dalam karya-karya seni bermutu sesuai dengan bidang profesi masing-masing.
2. Seniman harus senantiasa mampu mewujudkan karya-karya yang ‘agung’ dan ‘mengagumkan’ guna membangun citra diri dan citra teritorial dalam kehidupan profesi dan kehidupan bermasyarakat.
3. Diperlukan peran dan perhatian dari Pemerintah secara terus-menerus terhadap pertuumbuhan dan perkembangan kesenian, dalam bentuk pendanaan, pemberian ruang ekspresi serta penghargaan bagi prestasi-prestasi terbaik yang mampu diukir oleh para seniman.
1. Tema : Impian atau pangimpen dalam dunia anak-anak.
2. Judul Karya : Tembang Pangimpen
B. Gagasan Dasar Penciptaan
Obsesi adalah bayangan orang lain yang kita puja-akui sebagai bayangan diri sendiri, sehingga kita pontang-panting menggapainya. Kita kadang lupa dengan bayangan diri sendiri, yang meski dekat pun sulit kita gapai. Setiap orang memang bebas berimajinasi, bermimpi, berobsesi atau mengkhayal. Ini adalah hasil kerja otak yang dalam bahasa Jawa dapat digolongkan ke dalam pangimpen. Melalui proses semacam ini, maka setiap orang memungkinkan meyakinkan diri untuk mewujudkan apa yang diimajinasikan, diimpikan, diobsesikan atau dikhayalkannya. Tanpa adanya usaha mewujudkan, maka orang itu hanya sekedar menjadi imajinatif, pemimpi, obsesif atau pengkhayal. Berawal dari sinilah, kemudian akan tumbuh daya semangat dan motivasi dalam diri seseorang untuk berusaha lebih keras mewujudkan pangimpen yang ada dalam pikirannya.
Dalam dunia anak, pangimpen merupakan salah satu hal terpenting. Pangimpen menjadi bagian tak terpisahkan dari proses pembelajaran yang membawa seorang anak mampu mengenali diri dan lingkungannya. Melalui pangimpen, seorang anak dengan bebas berimajinasi menjadi apa saja, mendapatkan apa saja, mulai dari yang paling rasional hingga yang paling irrasional sekalipun. Ia bisa memimpikan bisa terbang tinggi dengan sayap seperti burung atau menyelam dan berenang seperti ikan. Ia bisa juga berimajinasi menjadi seorang yang dengan penuh kasih sayang mengurus keluarganya. Tetapi, ia juga sah jika berimajinasi menjadi batu yang sangat keras atau menjadi robot yang tak terkalahkan. Semua itu adalah proses kreatif yang bermuara menjadi cita-cita yang diharapkan dapat dicapai kelak setelah mencapai usia dewasa. Oleh karena itu pangimpen dapat menjadi rencana besar yang dipersiapkan oleh seorang anak yang dipersiapkan masa depannya.
Gagasan terhadap alam pangimpen memungkinkan direpresantasikan ke dalam karya seni tari yang memungkinkan dikonsumsi untuk kalangan anak-anak. Dalam hal ini ragam gerak tarian dijadikan sebagai media ungkap bagi impian-impian yang ada dalam diri mereka. Setiap pangimpen yang ada dalam diri seseorang didasarkan pada tata nilai dan pengalaman empirik yang terjadi dalam kehidupan keseharian dunia kanak-kanak. Mengenai tata nilai, pangimpen dalam diri seseorang tidak lepas dari nilai-nilai yang dianut oleh yang bersangkutan, baik dalam konteks kehidupan pribadi maupun kehidupan sosial. Adapun tentang pengalaman empirik dapat dijabarkan bahwa kehidupan sehari-hari merupakan media pembelajaran. Melalui pengalaman yang diperoleh dalam kehidupan sehari-hari, maka seorang anak akan mampu menemukan jati dirinya sebagai manusia yang memliki hak dan kewajiban serta berkemampuan membedakan benar-salah, baik-buruk, untung-rugi, dan seterusnya.
C. Konsep Penciptaan
Pengungkapan fakta empirik tentang pangimpen dalam dunia kanak-kanak dalam karya ini diwujudkan melalui karya tari dengan mengambil sumber ragam gerak tari Banyumasan. Semua ini dilakukan sebagai wujud kepedulian terhadap perkembangan ragam kesenian lokal Banyumas yang dirasa sangat perlu dikembangkan agar mampu mengikuti perubahan jaman. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan cara melakukan eksperimentasi, inovasi dan pengembangan ragam gerak tarian yang ada ke dalam ragam gerak tari konvensional dan non-konvensional yang diharapkan mampu mewadahi gagasan pembaharuan dalam konteks kesenian.
Dalam usaha mewujudkan karya tari ini dilakukan tiga tahapan penting, antara lain: orientasi, observasi, dan eksploitasi. Pada tahap orientasi dilakukan langkah-langkah penting berupa usaha pencermatan terhadap gagasan dasar/tema yang akan diungkap, materi/bahan, obyek, teknik, bentuk, dan karakter yang dibutuhkan. Gagasan dasar yang menjadi tema karya adalah obsesi, impian dan atau cita-cita. Maka, sebagai langkah awal adalah melakukan pencermatan terhadap hal-hal yang terkait dengan obsesi, impian dan atau cita-cita. Di sini hal-hal yang dicermati antara lain mulai dari sumber yang menjadi sebab terjadinya obsesi, hal-hal yang umum menjadi obyek obsesi, hingga cara pengungkapan obsesi atau impian.
Materi atau bahan yang digunakan untuk mengungkapkan persoalan-persoalan terkait dengan obsesi atau impian adalah ragam gerak tarian dengan mengambil obyek ragam tari Banyumasan. Khasanah tari Banyumasan ini kemudian dirancang untuk diwujudkan dalam bentuk tari yang mewakili dunia kanak-kanak. Dengan demikian dalam pelaksanaan pengungkapan dipilih teknik-teknik gerak yang memungkinkan dapat dilakukan oleh anak-anak. Di sisi lain karakter gerak dipilih yang selaras dengan karakter yang dibutuhkan untuk mengungkapkan gagasan dasar tentang impian.
Observasi dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung terhadap obyek, fenomena, dan fakta sosial yang terjadi di lingkungan sehari-hari yang lazim dijumpai dalam kehidupan anak-anak. Dalam hal ini obyek, fenomena, maupun fakta sosial yang dicermati adalah fakta-fakta empirik dengan mengambil fokus kajian lingkup wilayah sebaran kebudayaan Banyumas. Salah satu fenomena penting dari kebudayaan Banyumas adalah akar budaya yang bersumber dari kehidupan rakyat kebanyakan (wong cilik). Ragam kebudayaan Banyumas berakar kerakyatan dengan pola egaliter dan sederhana. Dengan melihat fakta demikian maka sangat mungkin digarap karya tari dengan warna kerakyatan.
Langkah ketiga adalah eksploitasi yang dilakukan dengan cara melakukan pencarian dan eksperimentasi gerak. Berdasarkan hasil orientasi dan observasi maka tahap pencarian dan eksperimentasi diarahkan pada ragam gerak tarian yang bersumber dari kultur Banyumas. Secara teknis, usaha ini dilakukan melalui usaha inovasi dari ragam gerak yang sudah ada maupun penciptaan ragam gerak yang sama sekali baru dalam dunia seni tari yang didasarkan pada fenomena-fenomena tradisi dan atau budaya lokal Banyumas.
D. Tahap Penggarapan/Penyusunan
Tahap penggarapan/penyusunan karya diawali dari perencanaan karya yang meliputi bentuk dan struktur karya tari yang hendak disusun. Dalam hal ini yang dimaksud dengan bentuk adalah wujud bangunan karya tari yang dirancang mampu mereaktualisasikan gagasan tentang pangimpen atau impian yang mungkin terjadi pada diri anak-anak. Desain bentuk yang dirancang untuk mengungkapkan fakta empirik tentang pangimpen adalah karya tari Banyumasan. Dilihat dari struktur sajian, karya ini terdiri dari tiga plot, yaitu plot awal, plot tengah, dan plot akhir. Plot awal merupakan bagian permulaan atau introduction dari keseluruhan sajian karya, disajikan gambaran alam pedesaan yang ramah dan dinamis. Plot tengah merupakan bagian inti sajian karya, disajikan hal-hal pokok tentang pangimpen. Sedangkan plot akhir adalah bagian ending atau extroduction dari keseluruhan sajian yang mengetengahkan tentang solusi dari permasalahan yang diangkat dalam cerita.
Berdasarkan perencanaan dan desain karya seperti tersebut di atas, selanjutnya dilakukan proses garap karya. Pada tahap ini dilakukan implementasi gagasan dasar/tema dalam bentuk karya melalui ragam gerak tarian. Dalam hal ini pemilihan ragam gerak tarian diarahkan untuk mampu mengungkapkan tema sajian, yaitu fakta empirik tentang impian, obsesi atau cita-cita. Dalam proses garap karya dipilih ragam gerak yang bersumber dari ragam tari tradisional maupun tradisi/budaya lokal Banyumasan. Hal tersebut dilakukan guna mengungkapkan warna kerakyatan dengan latar belakang kebudayaan Banyumas.
Dalam usaha mewujudkan gagasan dasar/tema dilakukan simulasi berbagai unsur. Dalam karya ini beberapa unsur penting antara lain: ragam gerak tarian, musik iringan, rias, busana, lighting, dan setting panggung. Perwujudan gagasan tentang pangimpen dalam karya ini dilakukan dengan cara mengkolaborasikan ragam gerak tari dengan ragam musik iringan, rias, busana, lighting, properti, dan setting panggung yang sesuai dengan tema sajian. Musik iringan dipilih aransemen musikal yang memiliki warna kerakyatan yang disajikan melalui perangkat musik tradisional yang berkembang di Banyumas, yaitu perangkat musik calung dan genjring. Untuk rias dan busana diarahkan pada tampilan non-tradisi dengan tetap tidak meninggalkan warna-warna lokal Banyumas. Misalnya: busana menggunakan kain batik Banyumasan, rias kerakyatan, demikian pula tatanan rambut lebih mengesankan warna kerakyatan meskipun terdapat polesan-polesan non-tradisi. Tata lampu atau lighting dipilih warna dasar bulan dengan cara memadukan warna merah, biru dan putih. Properti yang digunakan adalah perkakas tradisional yang lazim digunakan dalam kehidupan tradisional di Banyumas yang dalam hal ini dipilih cepon (bakul kecil) dan jajan pasar. Adapun setting panggung diarahkan pada warna tradisional-kerakyatan dengan menampilkan background berupa dedaunan pohon dan rumpun bambu.
Keseluruhan unsur tersebut di atas diaplikasikan menjadi satu-kesatuan konsep garap medium yang utuh. Masing-masing elemen tidak berdiri sendiri-sendiri, melainkan merupakan bagian dari keseluruhan dengan porsi dan proporsi yang memungkinkan. Sebagai contoh, ragam musikal yang dihasilkan dari tabuhan calung dan genjring dipadu dengan jenis vokal dengan warna kerakyatan. Ragam musikal semacam ini digunakan untuk mendukung suasana dan karakter sajian serta gerak tarian yang disajikan. Busana yang dikenakan tidak sekedar menyajikan tampilan fisik, tetapi juga harus mampu meekspresikan karakter kerakyatan yang secara umum melekat pada masyarakat kecil di Banyumas. Pada elemen lain seperti properti, tata lampu, tata rias, dan setting panggung pun diarahkan untuk terwujudnya karakter kerakyatan yang bersifat mendukung tema sajian.
Di dalam karya tari ini hendak diungkapkan tentang nilai-nilai kejuangan dalam mencapai cita-cita. Sajian karya tari ini diharapkan akan memberikan kesan bahwa tinggi-rendahnya nilai kemanusiaan tidak terdapat pada kaya-miskin, bahagia-derita atau tinggi-rendahnya jabatan. Nilai kemanusiaan terletak pada bagaimana seseorang mampu menjaga harkat dan martabatnya sebagai manusia serta bagaimana mengaplikasikan nilai-nilai yang dijadikan sebagai pedoman hidup dalam konteks kehidupan pribadi maupun kehidupan sosial. Sesungguhnya inilah pesan nilai yang hendak diungkapkan pada karya ini.
Pencapaian kualitas sajian dicapai melalui dua cara, yaitu (1) kemampuan mengungkap nilai-nilai artistik dan nilai-nilai kemanusiaan sesuai dengan gagasan dasar tentang pangimpen, dan (2) kemampuan teknik sajian. Kemampuan mengungkap nilai-nilai artistik dan nilai-nilai kemanusiaan diaktualisasikan melalui kemampuan olah rasa dalam penampilan sajian karya. Sedangkan kemampuan teknik sajian ditunjukkan melalui kemampuan menyajikan teknik garap dari keseluruhan unsur yang terlibat dalam bangunan karya hingga mencapai tahap virtousitas yang diinginkan.
E. Medium/Elemen
Dalam sajian karya ini digunakan beberapa media pendukung karya, seperti musik iringan, rias, busana, lighting, properti, dan setting panggung. Secara rinci medium atau elemen-elemen tersebut dapat dirinci sebagai berikut:
1. Iringan. Iringan karya tari ini menggunakan dua macam perangkat musik, yaitu calung dan genjring. Calung adalah alat musik tradisional khas Banyumas yang terbuat dari bahan baku berupa bambu wulung dengan nada-nada pentatonik berlaras slendro. Sedangkan genjring merupakan alat musik berupa membran berbahan baku kulit yang lazim digunakan untuk sajian musik Islami. Kedua macam perangkat musik ini digunakan untuk mengungkapkan suasana kerakyatan melalui sajian aransemen musikalnya yang memang bernuansa kerakyatan.
Di dalam sajian karya ini akan disajikan beberapa ragam musikal antara lain: (a) intro laras slendro, (b) gendhing Lobong Ilang laras slendro, (c) gendhing Man Dhoplang laras slendro, (d) palaran Asmaradan laras slendro, dan (e) gendhing Gathotkaca Edan laras slendro. Keseluruhan aransemen musikal ini pada prinsipnya adalah ragam gendhing tradisi gaya Banyumas. Namun demikian dalam penggunaannya, gendhing-gendhing tersebut disajikan dengan perpaduan antara teknik garap konvensional dan non-konvensional dengan menggunakan medium berupa perangkat musik calung dan genjring.
2. Rias dan Busana. Rias dalam karya tari ini pada dasarnya adalah rias ayu, namun demikian diarahkan untuk terwujudnya tampilan karakter masyarakat pedesaan. Cara yang dilakukan adalah dengan menggunakan warna-warna dasar yang cenderung kegelap-gelapan (tidak menyala). Adapun busana yang digunakan antara lain: (a) bagian kepala, penataan rambut dengan sanggul modern dipadu dengan bunga warna-warni untuk mengesankan tampilan tradisional, (b) bagian dada menggunakan mekak warna ceria yang dipadu dengan motif batik Banyumasan. Perpaduan warna ini selain digunakan untuk mengungkapkan dunia kanak-kanak yang ceria, juga untuk menunjukkan identitas Banyumas. Pada bagian bawah digunakan kain batik tradisional yang memungkinkan dipakai apabila gerak kaki melangkah lebar.
3. Tata Lampu. Penataan lighting diarahkan untuk terciptanya warna dasar sindar bulan dengan memadukan warna merah, biru dan putih. Namun demikian untuk menguatkan suasana adegan digunakan lampu spot tertentu yang diarahkan pada tokoh-tokoh tertentu pada plot-plot yang dibutuhkan.
4. Properti. Properti yang digunakan dalam karya tari ini antara lain cepon (bakul kecil).
5. Tata Panggung. Tata panggung diarahkan untuk mewujudkan alam pedesaan. Untuk keperluan ini digunakan dedaunan dan rumpun bambu yang dipasang sebagai latar belakang panggung pertunjukan. Panggung dirancang dua versi, yaitu panggung prosenium dan panggung arena.
6. Durasi Sajian. Karya tari ini dirancang untuk disajikan dalam waktu 9 (sembilan) menit.
7. Jumlah Penari. Karya tari ini disajikan oleh penari perempuan dengan jumlah penari antara 3 – 7 orang anak usia 12 – 15 tahun.
F. Teknik Garap
Kekuatan karya tari ini sesungguhnya adalah pada kekayaan ragam kesenian tradisional yang ada di wilayah sebaran kebudayaan Banyumas. Beberapa ragam kesenian lokal di daerah ini antara lain lengger, dhaeng atau aplang, dan ebeg. Pada ragam kesenian itu terdapat tari-tarian yang memiliki kekhasan, baik dalam tataran gerak, musikal maupun pola rasa di dalam sajian-sajiannya. Sebagai contoh gerak tari pada pertunjukan lengger memiliki karakter yang dinamis, sementara dhaeng dan ebeg memiliki karakter gagah. Semua ini menjadi pangkal tolak penciptaan gerak tarian yang digunakan untuk merepresentasikan gagasan tentang pangimpen.
Usaha yang dilakukan adalah menstilisasi kekuatan teknik gerak pada ‘kesenian sumber’ ke dalam ragam gerak tarian non-tradisi dengan cara mengubah power, teknik, volume, dan karakter. Dengan cara demikian maka ragam gerak yang semula bersumber dari tradisi lokal mampu mencitrakan bentuk gerak baru yang berkesan non-tradisi.
Hal yang sama diberlakukan pula dalam menggarap musik iringan. Perangkat musik yang terdiri dari perangkat musik tradisional dengan ragam aransemen musikal (gendhing) tradisi, digarap dengan teknik-teknik non-konvensional. Cara demikian dilakukan untuk menyesuaikan kebutuhan garapan non-tradisi pada ragam gerak tariannya. Dalam hal ini untuk semakin memperkuat karakter dan visualisasi sajian, didukung pula oleh tata rias dan busana, tata lampu serta tata panggung yang sesuai dengan kebutuhan pementasan.
G. Sinopsis
Dalam dunia anak, pangimpen merupakan bagian tak terpisahkan dari proses pembelajaran yang membawa seorang anak mampu mengenali diri dan lingkungannya. Melalui pangimpen, seorang anak dengan bebas berimajinasi menjadi apa saja, mendapatkan apa saja, mulai dari yang paling rasional hingga yang paling irrasional sekalipun. Semua itu adalah proses kreatif yang bermuara menjadi cita-cita yang diharapkan dapat dicapai kelak kemudian hari. Oleh karena itu pangimpen dapat menjadi rencana besar yang dipersiapkan oleh seorang anak yang dipersiapkan masa depannya.
H. Penutup
Karya ini diharapkan tersusun dalam bentuk satu-kesatuan sajian utuh yang menggambarkan alam pangimpen (impian/obsesi) dalam diri anak-anak. Secara visual karya tari ini juga mencitrakan sebuah karya lokal Banyumas yang digarap melalui pendekatan tari rakyat. Diharapkan karya ini mampu menjadi salah satu karya yang mampu mencitrakan Banyumas sebagai salah satu kekuatan seni-budaya, baik dalam tataran lokal, regional, nasional, bahkan internasional.
Selaras dengan karya yang sedang dirancang, maka sebagai akhir tulisan ini disarankan beberapa hal, antara lain:
1. Seniman harus senantiasa mampu mengembangkan gagasan kreatifnya ke dalam karya-karya seni bermutu sesuai dengan bidang profesi masing-masing.
2. Seniman harus senantiasa mampu mewujudkan karya-karya yang ‘agung’ dan ‘mengagumkan’ guna membangun citra diri dan citra teritorial dalam kehidupan profesi dan kehidupan bermasyarakat.
3. Diperlukan peran dan perhatian dari Pemerintah secara terus-menerus terhadap pertuumbuhan dan perkembangan kesenian, dalam bentuk pendanaan, pemberian ruang ekspresi serta penghargaan bagi prestasi-prestasi terbaik yang mampu diukir oleh para seniman.
Comments
Post a Comment