Posts

Showing posts from September, 2008

SENI BUNCIS DI BANYUMAS: Ekspresi Estetik Dalam Kekalutan

Image
Pertunjukan Seni Buncis di Banyumas Buncis di Banyumas bukan sekedar nama sayuran untuk lauk-pauk. Buncis juga menjadi nama salah satu kesenian local setempat. Kesenian ini tersaji dalam bentuk seni pertunjukan rakyat. Pemain terdiri dari delapan orang yang menari sambil menyanyi, sekaligus menjadi musisinya. Dalam sajiannya keseluruhan pemain mengenakan kostum berupa kain yang dibuat menyerupai rumbai-rumbai menutup aurat. Sedangkan di kepalanya dikenakan mahkota yang terbuat dari rangkaian bulu ayam. Dengan kostum yang demikian inilah kemudian menjadikan seni buncis lazim disebut dengan istilah ‘dayak-dayakan’ yang berarti menyerupai kostum suku Dayak di Kalimantan. Para pemain dalam pertunjukannya membawa alat musik angklung berlaras slendro. Masing-masing membawa satu buah alat musik yang berisi satu jenis nada yang berbeda. Enam orang di antaranya memegang alat bernada 2 (ro), 3 (lu), 5 (ma), 6 (nem) 1 (ji tinggi) dan 2 (ro tinggi). Dua orang yang lain memegang instrument

PERMASALAHAN DALAM PENGEMBANGAN KEPARIWISATAAN DI KABUPATEN BANYUMAS

Salah satu dampak positif dilaksanakannya Otonomi Daerah adalah semakin terbukanya peluang bagi Kabupaten Banyumas untuk mengelola sektor pariwisata dan kebudayaan secara mandiri dan menyeluruh. Keberhasilan dari usaha ini akan menempatkan bidang kepariwisataan sebagai salah satu sektor yang memiliki kedudukan strategis dalam kehidupan sosial-ekonomi. Hal tersebut semakin bermakna bagi pembangunan daerah yang dalam pelaksanaannya diharapkan dapat memberdayakan semua komponen yang ada. Pada kenyataannya, pembangunan kepariwisataan di Kabupaten Banyumas telah lama menjadi salah satu sektor andalan bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Hal ini terealisir berkat kerja keras semua pihak sehingga berhasil memberdayakan berbagai macam potensi yang ada untuk keperluan pembangunan kepariwisataan. Permasalahan yang dihadapi dalam upaya pembangunan kepariwisataan di Kabupaten Banyumas antara lain: (1) Berbagai potensi kepariwisataan dan kebudayaan yang ada belum optimal diberdayakan untuk kepentinga

PROFIL TOKOH BAWOR

A. Pendahuluan Bawor adalah nama tokoh panakawan tokoh-tokoh ksatria dalam cerita yang disajikan melalui pertunjukan wayang kulit purwa gagrag Banyumas. Di dalam keluarganya, ia digambarkan sebagai anak tertua dari Kyai Lurah Semar dengan dua orang adik bernama Nala Gareng dan Petruk. Istilah panakawan yang disandang oleh Bawor—bersama Semar, Gareng dan Petruk—berasal dari kata “pana” yang berarti mengetahui dengan jelas dan “kawan” yang berarti teman atau sahabat. Panakawan diartikan sebagai seorang sahabat yang mengetahui dengan jelas tentang kelebihan dan kelemahan orang yang diikutinya. Di dalam epos Ramayana, keempat panakawan ini mengabdi kepada Ramawijaya, seorang raja dari negeri Pancawati. Pada cerita Arjuna Sasrabahu, mereka mengabdi kepada Raden Sumantri. Sedangkan pada epos Mahabharata mereka mengabdi kepada Raden Harjuna. Keempat tokoh ini digambarkan sebagai lurah yang mengabdi kepada darah ksatria yang dalam hidupnya memiliki dharma membasmi watak angkara murka dari muka

PROFIL TOKOH BAWOR

A. Pendahuluan Bawor adalah nama tokoh panakawan tokoh-tokoh ksatria dalam cerita yang disajikan melalui pertunjukan wayang kulit purwa gagrag Banyumas. Di dalam keluarganya, ia digambarkan sebagai anak tertua dari Kyai Lurah Semar dengan dua orang adik bernama Nala Gareng dan Petruk. Istilah panakawan yang disandang oleh Bawor—bersama Semar, Gareng dan Petruk—berasal dari kata “pana” yang berarti mengetahui dengan jelas dan “kawan” yang berarti teman atau sahabat. Panakawan diartikan sebagai seorang sahabat yang mengetahui dengan jelas tentang kelebihan dan kelemahan orang yang diikutinya. Di dalam epos Ramayana, keempat panakawan ini mengabdi kepada Ramawijaya, seorang raja dari negeri Pancawati. Pada cerita Arjuna Sasrabahu, mereka mengabdi kepada Raden Sumantri. Sedangkan pada epos Mahabharata mereka mengabdi kepada Raden Harjuna. Keempat tokoh ini digambarkan sebagai lurah yang mengabdi kepada darah ksatria yang dalam hidupnya memiliki dharma membasmi watak angkara murka dari mu

LENGGER KAMPI MENGUBAH CITRA LENGGER DARI “LENG SING MARAHI GEGER” MENJADI MEDIA EKSPRESI ESTETIS YANG MENGAGUMKAN

Pedahuluan Kampi adalah nama yang sangat dikenal oleh masyarakat di daerah Banyumas dan sekitarnya sebagai seorang lengger populer. Popularitas itu bukan saja karena kecantikannya, tetapi juga daya tarik panggung yang dimilikinya berupa kualitas gerak tarian dan olah vokal yang dapat membuat decak kagum bagi siapapun yang menikmatinya. Dalam perjalanan kariernya sebagai seorang lengger, Kampi telah berhasil mengentaskan seni lengger dari sisi gelapnya yang selalu dikaitkan dengan nafsu birahi lelaki hidung belang, bahkan prostitute terselubung. Dengan virtousitasnya pula, Kampi telah menempatkan seni tari rakyat ini sebagai cabang kesenian yang pantas dihargai sebagai sajian karya seni. Kampi adalah generasi kesekian dari perjalanan tradisi lengger di Banjarwaru yang berhasil keluar dari bayang-bayang popularitas Kunes 1) yang telah terlebih dahulu dikenal meluas oleh masyarakat Banyumas dan sekitarnya. Kampi dan Kunes memang berasal dari dua tempat yang berbeda. Kampi berasal da