Posts

Showing posts from February, 2008

MAKNA SIMBOLIK PADA PROPERTI BEGALAN

Martawireja (wawancara:12-12-2001) menerangkan bahwa brenong kepang yang dibawa oleh peraga begalan utusan pihak pengantin pria memiliki makna simbolis yang sangat berguna bagi kedua mempelai dalam menjalani hidup berumah tangga. Makna simbolis masing-masing alat atau properti adalah sebagai berikut: a. Ian Ian adalah alas untuk mendinginkan nasi (angi) terbuat dari bambu berbentuk bujur sangkar. Di dalam begalan alat ini menggambarkan jagad gumelar (makro kosmos) yang memiliki padon papat (empat arah mata angin) yaitu timur, barat, utara, dan selatan. Manusia yang diberi karunia cipta, rasa, dan karsa harus mampu memelihara jagad gumelar, yaitu alam semesta beserta isinya agar kehidupan di dunia dapat lestari, aman, tenteram dan damai. Bagi masyarakat Banyumas alam semesta merupakan bagian dari kuasa Gusti kang asipat tan kena kinayangapa (tidak dapat digambarkan) yang memiliki kuasa anglimputi alam sakalir (meliputi dunia seisinya). Memelihara dunia dan seisinya merupakan

BEGALAN DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT BANYUMAS

Orang Banyumas merupakan bagian dari Orang Jawa yang dalam kehidupannya lekat dengan berbagai macam kegiatan ritual sebagai pelakanaan dari ajaran ketuhanan yang dipercayainya. Herusatoto dalam bukunya yang berjudul Simbolisme dalam Budaya Jawa mengungkapkan bahwa ajaran filsafat Jawa ditujukan agar manusia mencapai kesempurnaan (seek of prefect). Pandangan filsafat demikian didasari oleh pemahaman terhadap Tuhan Semesta Alam sehingga menuntun pemikiran manusia tentang urip (hidup) di dunia; mbiyen ora ana, saiki dadi ana, mbesuk maneh ora ana (dahulu tidak ada, sekarang ada, besok tidak ada). Dengan demikian pemahaman filsafat Jawa tidak sekedar filsafat keduniaan, melainkan untuk mencari kesempurnaan hidup setelah mati (insan kamil). Keberadaan kesenian begalan di daerah Banyumas tidak lepas dari ajaran-ajaran tentang pencapaian hidup sempurna tersebut. Ajaran kesempurnaan tidak hanya mencakup apa yang akan terjadi setelah mati, melainkan juga bagaimana mencari sangu (bekal) agar

SEKILAS TENTANG BEGALAN

Di dalam kebudayaan Jawa dikenal simbol-simbol atau lambang-lambang yang digunakan sebagai sarana atau media untuk menitipkan pesan-pesan atau nasehat-nasehat bagi bangsanya. Simbol pada dasarnya adalah sesuatu hal atau keadaan yang merupakan pengantara pemahaman terhadap obyek (Herusatoto,1994:11). Simbol merupakan salah satu bagian terpenting dari kebudayaan Jawa. Orang Jawa tradisional biasanya menyampaikan ajaran tidak secara langsung, melainkan lewat sanepa-sanepa tertentu sehingga si penerima ajaran atau nasehat tidak secara langsung menerimanya secara tekstual (Supajar,1991:4). Penggunaan simbol tersebut dilaksanakan dengan penuh kesadaran, pemahaman dan penghayatan yang tinggi dan dianut secara tradisional dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dalam praktek kehidupan sehari, simbol sebagai konsep ajaran, petuah, wewarah atau nasehat dapat dijumpai dalam berbagai bidang seperti bahasa, sastra, kesenian, benda-benda dan tindakan-tindakan tertentu yang diberi makna simbolis

PROSES KESENIMANAN DARIAH

Proses kesenimanan Dariah dimulai sejak kepulangannya dari Panembahan Ronggeng (antara tahun 1944 – 1945). Dariah mulai berlatih bersama dengan beberapa orang di desanya yang memiliki ketrampilan bermain gamelan dan berprofesi sebagai niyaga. Beberapa personel yang berproses bersama antara lain: 1) Kriya Leksana pemegang instrumen kendhang, 2) Tirtadirana (ringgeng), 3) Setradiwirya (saron), 4) Wangsareja (saron penerus), 5) Wangsa Tawin (kenong), 6) Ta Risun (gong), dan 7) Prena (badhud). Bersama keenam personel itulah Dariah memulai menapaki profesi sebagai seorang lengger (Dariah,13-5-2001). Dalam rangka mempersiapkan Sadam (Dariah) menjadi seorang lengger yang terkenal, kakek Wiryareja menawarkan kepadanya sesuatu yang sangat membutuhkan pengorbanan. Kakeknya menawarkan kepada Sadam bahwa apabila menginginkan menjadi seorang lengger yang terkenal dan digandrungi banyak orang, maka harus bersedia dihilangkan kejantanannya. Sadam setuju dengan syarat kelak apabila ingin meningg

DARIAH: LENGGER LANANG ITU

Dariah lahir di desa Somakaton, kecamatan Somagede, kabupaten Banyumas dengan nama Sadam, berjenis kelamin laki-laki. Ibu bernama Samini dan ayah bernama Kartameja yang hidup sebagai petani kecil. Dariah tidak dapat menyebutkan angka tahun yang pasti tahun berapa Dariah dilahirkan. Namun demikian Dariah menuturkan bahwa kakeknya pernah bercerita dirinya lahir tidak lama setelah Kongres Pemuda (4-4-2001). Dengan demikian diperkirakan Dariah lahir pada akhir tahun 1928 atau awal tahun 1929. Pada umur 5 tahun Dariah ditinggal mati ayahnya, kemudian Dariah dan ibunya ikut dengan kakeknya, Wiryareja di desa yang sama. Wiryareja adalah juga seorang petani kecil dengan lahan pertanian yang tidak terlalu luas. Bersama kakeknya, Sadam (Dariah) tumbuh sebagai anak desa yang lugu. Dariah menerangkan, “Pada sekitar umur 8 tahun saya dikhitankan oleh kakek Wiryareja. Saya dikhitan sebelum datangnya Jepang, sekitar tahun 1942 (4-4-2001). Dengan asumsi Dariah lahir tahun 1929, maka saat pelaks

LENGGER: ANTARA MITOS KESUBURAN DAN MEDIA HIBURAN

Dalam kehidupan manusia kesenian memiliki posisi yang sangat penting. Tidak ada satu kelompok masyarakat pun yang tidak membutuhkan kehadiran kesenian. Kesenian dapat dikatakan merupakan salah satu kebutuhan pokok selain makan dan minum. Setiap manusia dalam aktivitas hidupnya tidak akan pernah lepas dari tindakan-tindakan estetis yang fungsional berkaitan dengan tujuan sesungguhnya yang ingin dicapai. Penjual makanan di pasar sering terlihat menghitung barang dagangannya dengan lagu dan irama tertentu. Katanya agar tidak lupa jumlah yang akan diberikan kepada pembeli. Tindakan demikian merupakan tindakan bernuansa estetis namun fungsional dengan pekerjaan yang sedang dilakukan. Dalam kehidupan masyarakat primitif, kesenian dianggap suatu karya puncak yang terjadi karena manunggalnya cipta, rasa, dan karsa manusia. Sebagai karya puncak, kesenian menjadi suatu hal yang sangat pantas untuk dipersembahkan kepada Sang Pencipta Alam Semesta. Kesenian diyakini sebagai sesuatu yang ag