Posts

Showing posts from 2008

SERI KESENIAN LOKAL BANYUMAS

Untuk memenuhi kebutuhan pemahaman tentang ragam kesenian lokal Banyumas, pada kesempatan ini saya posting jenis-jenis kesenian khas Banyumas dalam 'Seri Kesenian Lokal Banyumas' dengan disertai keterangan-keterangan singkat. Sesungguhnya keterangan mengenai jenis-jenis kesenian ini belumlah memadai. Namun demikian saat ini dirasa sudah mendesak untuk dipublikasikan khasanah kesenian khas Banyumas, mengingat sebagaian di antaranya telah benar-benar punah. Oleh karena itu, pada kesempatan yang akan datang saya berusaha akan memberikan paparan tulisan yang lebih lengkap lagi dengan disertai foto-foto sesuai kebutuhan. Ragam kesenian tersebut yang saya tampilkan urut abjad, dimulai dari ragam seni pertunjukan dan dilanjutkan ragam seni rupa. Semoga keterangan yang sederhana ini dapat dijadikan sebagai awalan bagi penelitian-penelitian yang lebih serius, sehingga memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan maupun eksistensi aneka ragam kesenian khas Banyumas yang ada.

SERI KESENIAN LOKAL BANYUMAS: ABID

Abid: atraksi permainan obor diiringi genjring yang dipergunakan untuk menunjukkan kemampuan generasi muda santri di lingkungan kelompok pengajian atau pondok pesantren. Abid biasanya disajikan pada acara-acara hari besar Islam atau untuk keperluan khajatan. Hingga sekarang abid masih berkembang di wilayah kecamatan Patikraja, kabupaten Banyumas.

SERI KESENIAN LOKAL BANYUMAS: AKSIMUDHA

Aksimudha; kesenian bernafas islami yang tersaji dalam bentuk atraksi pencak silat yang dipadu dengan tari-tarian dengan iringan terbang/genjring. Pertunjukan aksimudha dilakukan oleh delapan penari pria. Hingga sekarang aksimudha masih berkembang di wilayah kecamatan Tambak dan Cilongok, kabupaten Banyumas.

SERI KESENIAN LOKAL BANYUMAS: ANGGUK

Angguk; kesenian bernafas islami yang tersaji dalam bentuk tari-tarian dengan iringan terbang/genjring. Pertunjukan angguk dilakukan oleh delapan orang pria. Menjelang akhir pertunjukan biasanya para pemain mengalami intrance. Hingga sekarang angguk masih berkembang di wilayah desa Somakaton, kecamatan Somagede, kabupaten Banyumas.

SERI KESENIAN LOKAL BANYUMAS: ANGKLUNG

Angklung; perangkat musik bambu berlaras slendro. Spesifikasi angklung adalah setiap nada terpisah-pisah dalam rancak-rancak tersendiri. Satu rancak angklung biasanya terdiri dari tiga nada yang sama, yang dibedakan pada tinggi rendahnya. Hingga sekarang angklung masih berkembang di wilayah desa Tanggeran, kecamatan Somagede, kabupaten Banyumas.

SERI KESENIAN LOKAL BANYUMAS: APLANG

Aplang; kesenian bernafas islami serupa dengan angguk, pemainnya terdiri atas delapan penari wanita. Hingga sekarang aplang masih berkembang di wilayah desa Kanding, kecamatan Patikraja, kabupaten Banyumas.

SERI KESENIAN LOKAL BANYUMAS: BARITAN

Baritan; upacara kesuburan dengan menggunakan kesenian sebagai media utamanya. Hingga saat ini ada dua macam baritan yaitu baritan yang digunakan untuk tujuan memanggil hujan dan baritan untuk keselamatan ternak. Untuk memanggil hujan biasanya digunakan berbagai macam kesenian yang ada seperti lengger, buncis atau ebeg. Adapun baritan untuk keselematan ternak biasanya menggunakan lengger sebagai media upacara. Di sini para pangon (penggembala) menari bersama penari lengger dengan terlebih menyerahkan dhadhung (tali pengikat ternak) dan selesai menari dapat mengambil dhadhung dengan terlebih dahulu memberikan sejumlah uang kepada penari lengger. Baritan biasanya dilaksanakan pada mangsa Kapat (sekitar bulan September). Hingga sekarang baritan masih berkembang di wilayah kecamatan Ajibarang, kabupaten Banyumas.

SERI KESENIAN LOKAL BANYUMAS: BEGALAN

Begalan; seni tutur tradisional yang digunakan sebagai sarana upacara pernikahan. Begalan menggambarkan peristiwa perampokan terhadap barang bawaan dari besan (pihak mempelai pria) oleh seorang begal (perampok). Dalam falsafah orang Banyumas, yang dibegal (dirampok) bukanlah harta benda, melainkan bajang sawane kaki penganten nini penganten (segala macam kendala yang mungkin terjadi dalam kehidupan berumah tangga pada mempelai berdua). Begalan dilakukan oleh dua orang pria dewasa yang merupakan sedulur pancer lanang (saudara garis laki-laki) dari pihak mempelai pria. Kedua pemain begalan menari di depan kedua mempelai dengan membawa properti yang disebut abrag-abrag atau bubak kawah atau brenong kepang. Properti tersebut terdiri atas alat-alat dapur yang diberi makna simbolis yang berisi falsafah Jawa dan berguna bagi kedua mempelai yang akan menempuh hidup baru mengarungi kehidupan berumah tangga. Hingga sekarang begalan masih berkembang di hampir seluruh wilayah kultur Kabupaten

SERI KESENIAN LOKAL BANYUMAS: BERJANJEN

Berjanjen; musik rakyat yang ditujukan untuk membacakan isi kitab Barzanji dengan menggunakan perangkat musik genjring. Hingga sekarang abid masih berkembang di desa Dawuhan kecamatan Banyumas, kabupaten Banyumas.

SERI KESENIAN LOKAL BANYUMAS: BONGKEL

Bongkel atau gondolio; musik tradisional mirip angklung, hanya terdiri atas satu buah instrumen dengan empat buah bilah berlaras slendro dengan nada 2 (ro), 3 (lu), 5 (ma) dan 6 (nem). Hingga sekarang bongkel atau gondolio masih berkembang di desa Tambaknegara, kecamatan Rawalo dan desa Gerduren, kecamatan Purwojati, kabupaten Banyumas.

SERI KESENIAN LOKAL BANYUMAS: BRAEN

Braen; seni tari islami dengan iringan genjring, dilakukan para penari wanita dengan lagu-lagu yang diambil dari kitab Barzanji. Hingga sekarang braen masih berkembang di wilayah kecamatan Kejobong dan Kaligondang, kabupaten Purbalingga.

SERI KESENIAN LOKAL BANYUMAS: BUNCIS

Buncis; perpaduan antara musik dan tari yang dibawakan oleh delapan penari pria. Dalam pertunjukannya, pemain buncis menari sambil bermain musik dan vokal dengan membawa alat musik angklung. Tetapi ada pula buncis jenis yang lain, yaitu pertunjukan tunggal yang dilakukan oleh seorang pemain yang memegang boneka (sepintas seperti boneka menggendong si pemain) dengan iringan angklung tunggal. Hingga sekarang buncis masih berkembang di desa Tanggeran kecamatan Somagede, kabupaten Banyumas.

SERI KESENIAN LOKAL BANYUMAS: CALUNG

Calung; musik tradisional dengan perangkat mirip gamelan terbuat dari bambu wulung. Musik calung hidup di komunitas masyarakat pedesaan di wilayah sebaran budaya Banyumas. Menurut masyarakat setempat, kata “calung” merupakan jarwo dhosok (dua kata yang digabung menjadi kata bentukan baru) yang berarti carang pring wulung (pucuk bambu wulung) atau dicacah melung-melung (dipukul bersuara nyaring). Spesifikasi musik calung adalah bentuk musik minimal, yaitu dengan perangkat yang sederhana (minimal) namun mampu menghasilkan aransemen musikal yang lengkap. Perangkat musik calung terdiri atas gambang barung, gambang penerus, dhendhem, kenong, gong dan kendhang. Perangkat musik ini berlaras slendro dengan nada-nada 1 (ji), 2 (ro), 3 (lu), 5 (ma) dan 6 (nem). Hingga sekarang calung masih berkembang di hampir seluruh wilayah kultur Banyumas.

SERI KESENIAN LOKAL BANYUMAS: COWONGAN

Cowongan; upacara minta hujan dengan menggunakan properti berupa siwur atau irus yang dihias menyerupai seorang putri. Pelaku cowongan terdiri atas wanita yang tengah dalam keadaan suci (tidak sedang haid, nifas atau habis melakukan hubungan seksual) dengan menyanyikan tembang-tembang tertentu yang sesungguhnya merupakan doa-doa. Cowongan dilaksanakan hanya pada saat terjadi kemarau panjang. Biasanya ritual ini dilaksanakan mulai pada akhir Mangsa Kapat (hitungan masa dalam kalender Jawa) atau sekitar bulan September. Hingga sekarang cowongan masih berkembang di desa Plana kecamatan Somagede dan desa Rawalo kecamatan Rawalo, kabupaten Banyumas.

SERI KESENIAN LOKAL BANYUMAS: DHAENG

Dhaeng atau Dhames; seni tari islami dengan iringan genjring dengan lagu-lagu diambil dari kitab Barzanji. Dalam pertunjukan para pemain mengalami intrance. Hingga sekarang dhaeng atau dhames masih berkembang di desa Bokol kecamatan Kemangkon, kabupaten Purbalingga.

SERI KESENIAN LOKAL BANYUMAS: DHAGELAN

Dhagelan; drama tradisional dalam lawakan, di dalamnya terdapat unsur-unsur cerita dan terdapat peran-peran terkait dengan cerita yang disajikan. Hingga sekarang calung masih berkembang di hampir seluruh wilayah kultur Banyumas.

SERI KESENIAN LOKAL BANYUMAS: DHOGER

Dhoger; tari rakyat tradisional yang dilakukan oleh penari perempuan dengan diiringi gamelan ringgeng. Dalam pertunjukannya pemain mengalami intrance. Menurut cerita dari mulut ke mulut, istilah 'dhoger' merupakan jarwodhosok yang berarti 'dhog gawe geger' (begitu datang membuat gempar). Kesenian dhoger pernah berkembang meluas di perbatasan wilayah kultur Banyumas dengan kultur Pasundan, terutama yang berdekatan dengan Kadipaten Cirebon, seperti Pekuncen, Brebes, Bumijawa dan sekitarnya.

SERI KESENIAN LOKAL BANYUMAS: EBEG

Ebeg; seni tari tradisional dengan properti utama berupa kuda kepang, menggambarkan kegagahan prajurit berkuda dengan penari berjumlah delapan penari pria. Dalam pertunjukannya, ebeg biasanya dilengkapi dengan penari topeng yang disebut penthul (gecul) dan cepet (menakutkan) serta barongan (seperti sapi). Pada sebagian pertunjukan ebeg dilengkapi pula dengan sintren yaitu penari pria yang berdandan wanita di dalam sebuah kurungan. Semua pemain ebeg dalam pertunjukannya mengalami intrance. Musik pengiring ebeg disebut bendhe. Hingga sekarang calung masih berkembang di hampir seluruh wilayah kultur Banyumas.

SERI KESENIAN LOKAL BANYUMAS: EMPRAK

Emprak; drama tradisional versi islami dengan iringan genjring. Dalam pertunjukan menyajikan cerita-cerita Islam tentang kisah para nabi yang diambil dari kitab Anbiya. Kesenian emprak pernah berkembang di wilayah kecamatan Kedungbanteng, Baturraden, dan Sumbang.

SERI KESENIAN LOKAL BANYUMAS: GEJOG

Gejog atau titir; musik tradisional dengan menggunakan perangkat lesung atau kenthongan dengan pola tabuhan cepat bertalu-talu. Apabila alat yang digunakan adalah lesung, maka disebut gejog. Sedangkan apabila menggunakan alat kenthongan disebut titir. Gejog atau titir biasanya dilakukan pada saat terjadi gempa bumi (lindhu), gerhana, kemalingan, dan peristiwa-peristiwa tragis yang bersifat mendadak lainnya. Gejog bisa dilakukan oleh satu orang atau lebih. Hingga sekarang gejog atau titir masih berkembang di hampir seluruh wilayah kultur Banyumas.

SERI KESENIAN LOKAL BANYUMAS: GENDHING BANYUMASAN

Gendhing Banyumasan; salah satu ragam aransemen musikal dalam karawitan Jawa yang tumbuh dan berkembang di wilayah sebaran budaya Banyumas. Ciri utama gendhing Banyumasan memiliki bentuk yang sederhana, seperti bentuk lancaran, ketawang, ladrang, ayak-ayak, srepeg, dan sampak. Gendhing Banyumasan dikenal memiliki tiga warna, yaitu warna Wetanan, Kulonan dan Banyumasan. Warna Wetanan dalam gendhing Banyumasan dipengaruhi oleh gendhing-gendhing gaya Surakarta dan Yogyakarta. Warna Kulonan dipengaruhi oleh gendhing gaya Sunda. Adapun warna Banyumasan adalah warna khas yang dilatarbelakangi oleh budaya masyarakat setempat yang bernafas kerakyatan. Hingga sekarang gendhing Banyumasan masih berkembang di hampir seluruh wilayah kultur Banyumas.

SERI KESENIAN LOKAL BANYUMAS: GUBRAG LESUNG

Gubrag Lesung; jenis musik tradisional dengan menggunakan perangkat musik berupa lesung yang dilakukan oleh minimal tiga orang pemain. Setiap pemain menabuh bagian-bagian tertentu dari lesung dengan pola dan warna bunyi yang berbeda-beda untuk membentuk jalinan musikal. Hingga sekarang gubrag lesung masih berkembang di hampir seluruh wilayah kultur Banyumas.

SERI KESENIAN LOKAL BANYUMAS: GUMBENG

Gumbeng; permainan rakyat yang terdiri atas potongan ruas bambu yang dilaras dengan nada-nada tertentu, diletakkan di atas kaki yang sengaja dijulurkan ke depan dalam posisi duduk. Gumbeng pernah berkembang di hampir seluruh wilayah kultur Banyumas.

SERI KESENIAN LOKAL BANYUMAS: GURITAN

Guritan; tembang bebas yang dilakukan oleh seorang atau lebih. Umumnya tembang jenis guritan dapat dijumpai dalam sajian karawitan Banyumasan. Gumbeng pernah berkembang di hampir seluruh wilayah kultur Banyumas, dan sekarang masih berkembang sebagai bagian dari sajian seni karawitan gagrag Banyumas.

SERI KESENIAN LOKAL BANYUMAS: JONJANG

Jonjang; permainan rakyat yang digunakan untuk menghibur diri pada saat terjadi terang bulan di malam hari. Terdapat dua jenis jonjang, yaitu permainan dan pertandingan. Jenis permainan dilakukan oleh seorang atau lebih dalam bentuk tetembangan atau aktivitas fisik tertentu yang dilakukan secara bersama-sama. Sedangkan pertandingan adalah jenis jonjang yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yang masing-masing berhadapan antara satu dengan lainnya dan terdapat unsur kalah-menang. Jonjang pernah berkembang di hampir seluruh wilayah kultur Banyumas.

SERI KESENIAN LOKAL BANYUMAS: JEMBLUNG

Jemblung; seni tutur tradisional yang dilakukan oleh empat orang pemain. Menurut masyarakat setempat, kata “jemblung” merupakan jarwo dhosok (penggabungan dua kata menjadi kata bentukan baru) yang berarti jenjem-jenjeme wong gemblung (rasa tenteram yang dirasakan oleh orang gila). Pengertian ini diperkirakan bersumber dari tradisi pementasan jemblung yang menempatkan pemain seperti layaknya orang “gila”. Para pemain jemblung tampil dalam pementasannya tanpa properti artistik apapun, bermain seperti halnya sandiwara kethoprak, dan mengiringi pertunjukan dengan aransemen musikal yang dibangun melalui sajian musik mulut (oral). Ada pula yang berpendapat bahwa kata “jemblung” berasal dari kata “Jemblung Umarmadi”, yaitu seorang tokoh dalam cerita Umar-Amir (bersumber dari Serat Ambiya/riwayat para nabi) yang memiliki ciri berperut buncit (Jw.: njemblung). Ini berkaitan dengan salah satu cerita yang disajikan dalam pertunjukan jemblung bersumber dari Serat Ambiya. Dalam pertunjukannya

SERI KESENIAN LOKAL BANYUMAS: KARAWITAN GAGRAG BANYUMAS

Karawitan gagrag Banyumas; salah satu gaya dalam karawitan Jawa yang tumbuh dan berkembang di wilayah sebaran budaya Banyumas. Karawitan gagrag Banyumas dikenal memiliki tiga warna, yaitu warna Wetanan, Kulonan dan Banyumasan. Warna Wetanan dalam karawitan gagrag Banyumas dipengaruhi oleh karawitan kraton (gaya Surakarta dan Yogyakarta). Warna Kulonan dipengaruhi oleh karawitan gaya Sunda. Adapun warna Banyumasan adalah warna khas yang dilatarbelakangi oleh budaya masyarakat setempat yang bernafas kerakyatan. Ketiga warna tersebut dapat dijumpai pada bentuk gendhing, garap gendhing dan garap instrumen dalam setiap penyajiannya. Karawitan gagrag Banyumasan disajikan dalam perangkat gamelan ageng. Namun demikian dapat pula disajikan dengan menggunakan perangkat musik calung maupun angklung yang merupakan perangkat musik khas Banyumasan. Hingga sekarang karawitan Banyumas masih berkembang di hampir seluruh wilayah kultur Banyumas.

SERI KESENIAN LOKAL BANYUMAS: KASTER

Kaster; musik tradisional dengan alat musik berupa siter, gong bumbung dan kendhang kotak sabun (terbuat dari kotak kayu sebagai resonator dengan sumber bunyi berupa tali karet yang diikatkan di kedua sisi kotak). Dalam pertunjukannya disajikan gendhing-gendhing gaya Surakarta-Yogyakarta dan gaya Banyumas. Hingga sekarang jemblung masih berkembang di desa Karangtalun Kidul kecamatan Purwojati, kabupaten Banyumas.

SERI KESENIAN LOKAL BANYUMAS: KETHEK OGLENG

Kethek Ogleng; atraksi seni dengan menggunakan media monyet dengan tabuh-tabuhan seadanya. Kethek obleng di Banyumas telah ada sejak jaman penjajahan Belanda, dipertunjukkan di pasar-pasar malam. Saat ini kethek ogleng banyak digunakan sebagai media untuk mbarang atau ngamen.

SERI KESENIAN LOKAL BANYUMAS: KETHOPRAK

Kethoprak; kethoprak di Banyumas merupakan pengaruh dari kethoprak Mataram yang dilakukan dari tobong ke tobong secara berpindah-pindah. Kethoprak yang berkembang di Banyumas memiliki spesifikasi berupa penyajian cerita-cerita lakal dan adanya tokoh-tokoh lokal yang tidak terdapat pada kethoprak Mataram. Kethoprak pernah berkembang di hampir seluruh wilayah kultur Banyumas.

SERI KESENIAN LOKAL BANYUMAS: KENTHONGAN

Kenthongan; kenthongan merupakan alat komunikasi tradisional di Banyumas. Alat ini lazim dijadikan sebagai alat bunyi-bunyian yang mengarah pada jalinan musik. Jalinan musikal terjadi apabila bunyi-bunyian tersebut dilakukan dengan menggunakan dua buah kenthongan atau lebih. Perkembangan yang terjadi sejak dekade tahun 1980-an di Banyumas muncul genre musik baru berupa musik kenthongan yang memiliki warna kontemporer. Puncak perkembangan musik kenthongan terjadi pada akhir dekade tahun 1990-an hingga awal dekade 2000-an. Kenthongan masih menjadi alat komunikasi tradisional di desa-desa di wilayah kultur Banyumas, sedangkan musik kenthongan masih dapat dijumpai di wilayah Kabupaten Banyumas dan Purbalingga.

SERI KESENIAN LOKAL BANYUMAS: KIDUNGAN

Kidungan; tembang yang dilakukan oleh seorang atau lebih dengan tujuan untuk berdoa untuk memohon keselamatan kepada Tuhan. Biasanya tembang diambil dari serat Kidungan yang konon dibuat oleh para wali pada awal perkembangan Islam di Jawa. Kidungan pernah berkembang di hampir seluruh wilayah kultur Banyumas.

SERI KESENIAN LOKAL BANYUMAS: KRUMPYUNG

Krumpyung; jenis musik angklung yang terdiri dari tiga oktaf. Krumpyung biasanya juga digunakan sebagai iringan lengger di wilayah Banyumas dan sekitarnya. Hingga sekarang krumpyung masih berkembang di desa Bilungan kecamatan Purwareja-Klampok, kabupaten Banjarnegara.

SERI KESENIAN LOKAL BANYUMAS: LAIS

Lais; seni tari tradisional yang disajikan oleh seorang penari pria yang berdandan selayaknya wanita yang dilakukan pada saat pemain sedang mengalami intrance. Lais biasa disajikan sebagai bagian dari pertunjukan ebeg. Lais pernah berkembang di hampir seluruh wilayah kultur Banyumas.

SERI KESENIAN LOKAL BANYUMAS: LENGGER

Lengger; seni pertunjukan tradisional khas Banyumas yang dilakukan oleh penari laki-laki yang berdandan wanita. Dalam pertunjukannya penari lengger menari sambil menyanyi (nyindhen) dengan diiringi oleh gamelan calung. Kata “lengger” merupakan jarwo dhosok (penggabungan dua kata menjadi kata bentukan baru) yang berarti diarani leng jebule jengger (dikira lubang ternyata mahkota ayam jantan). Maksud jarwo dhosok tersebut adalah berkaitan dengan kebiasaan pada masa lalu pemain lengger berjenis kelamin laki-laki yang berdandang perempuan. “Leng” adalah simbol gender perempuan, sedangkan “jengger” adalah simbol gender laki-laki. Dalam perkembangannya, kesenian lengger lebih sebagai media hiburan sehingga penari yang semula laki-laki diganti dengan penari perempuan muda yang berparas cantik. Pada masyarakat tradisional di daerah Banyumas, lengger memiliki fungsi ritual sebagai sarana pelaksanaan upacara kesuburan. Lengger dipentaskan untuk keperluan baritan (upacara minta hujan), sedh

SERI KESENIAN LOKAL BANYUMAS: MACAPATAN

Macapatan; tembang yang disajikan secara bersama-sama secara berkelompok dengan mengambil dari tembang-tembang cilik (macapat). Biasanya dalam macapatan satu orang melagukan tembang, kemudian yang lain mengikuti (mbarungi). Dalam tradisi lokal di Banyumas, macapatan juga diartikan sebagai tradisi berkumpul untuk bersama-sama nembang untuk memohon keselamatan dan kesejahteraan yang melibatkan lima desa/kampung. Satu desa/kampung sebagai titik imajiner sedangkan empat desa/kampung lainnya adalah desa/kampung yang terdapat di keempat arah mata angin (timur, barat, selatan dan utara). Ini terkait dengan paham kosmologi Jawa, paham tentang jagad cilik (mikro kosmos) dan jagad gedhe (makro kosmos). Macapatan hingga saat ini masih berkembang di hampir seluruh wilayah kultur Banyumas.

SERI KESENIAN LOKAL BANYUMAS: MARUNGAN

Marungan; pertunjukan kesenian yang dipergunakan untuk bersuka ria (kasukan) di kalangan priyayi Banyumas pada masa lalu. Pertunjukan dilakukan di malam hari dan benar-benar digunakan sebagai media hiburan. Dalam pertunjukan marungan para priyayi menari bersama dengan para penari wanita. Marungan pernah berkembang di hampir seluruh wilayah kultur Banyumas.

SERI KESENIAN LOKAL BANYUMAS: MENOREK

Menorek/Menoreng. Drama tradisional Banyumas versi islami dengan menyajikan cerita bebas. Bisa berupa fiksi atau babad, baik yang bersumber dari cerita islami mapun cerita lokal Banyumas. Dalam pertunjukannya, menorek diiringi dengan menggunakan alat musik trabang/genjring. Saat ini menorek masih dapat dijumpai di wilayah kecamatan Jatilawang.

SERI KESENIAN LOKAL BANYUMAS: MUNTHIET

Munthiet; pertunjukan monolog tradisional di Banyumas yang merupakan perpaduan dari penyajian tembang macapat, seni pedhalangan, dan kethoprak. Pertunjukan dilakukan secara bebas, bisa dilakukan di dalam atau di luar ruangan dengan iringan yang dibuat sendiri oleh pemain, baik dengan mulut maupun benda-benda yang secara spontan ditemukan pada saat pertunjukan. Munthiet pernah berkembang di wilayah perbatasan kabupaten Banjarnegara dan kabupaten Banyumas hingga ke wilayah pantai selatan pulau Jawa.

SERI KESENIAN LOKAL BANYUMAS: MUYEN

Muyen; jenis macapatan yang dipergunakan pada saat kelahiran seorang anak. Dalam macapatan muyen ini, tembang yang disajikan diambil dari serat Yusuf (untuk bayi laki-laki) atau serat Maryam (untuk bayi perempuan). Hingga saat ini muyen masih berkembang di hampir seluruh wilayah kultur Banyumas.

SERI KESENIAN LOKAL BANYUMAS: NDHONDHING

Ndhondhing/Rengeng-rengeng; tembang bebas yang dilakukan oleh seseorang di mana saja dan kapan saja yang ditujukan untuk menghibur diri. Tembang yang dinyanyikan bisa berupa macapat, sindhenan, gerongan atau bentuk-bentuk tembang lain yang telah dihafalnya. Hingga saat ini ndhondhing/rengeng-rengeng masih berkembang di hampir seluruh wilayah kultur Banyumas.

SERI KESENIAN LOKAL BANYUMAS: PAKELIRAN KIDUL GUNUNG

Pakeliran Kidul Gunung; pakeliran wayang kulit purwa gagrag Banyumas yang merupakan imbas dari pakeliran wayang kulit gagrag Mataram (sebelum berkembangnya gaya Surakarta-Yogyakarta). Salah satu spesifikasinya adalah menggunakan jenis wayang kulit Kidang Kencanan (memiliki bentuk lebih kecil dari wayang pada umumnya). Setelah perjanjian Giyanti, dengan berdirinya Kasultanan Yogyakarta Hadiningrat dan Kasunanan Surakarta Hadiningrat, pakeliran gaya Mataram tidak lagi berkembang di lingkungan kraton. Kemudian gaya Mataram berkembang di luar tembok kraton, khususnya di wilayah Kedu dan sekitarnya, menjadi gagrag Kedu. Imbas dari perkembangan gagrag Kedu di wilayah Banyumas adalah lahirnya gaya Pesisiran (selatan) yang kemudian disebut pula gagrag Kidul Gunung. Hingga saat ini pakeliran Kidul Gunung masih berkembang di desa Bangsa, kecamatan Kebasen, kabupaten Banyumas.

SERI KESENIAN LOKAL BANYUMAS: PAKELIRAN LOR GUNUNG

Pakeliran Lor Gunung; wayang kulit purwa gagrag Banyumas yang merupakan imbas dari pakeliran wayang kulit gagrag Surakarta. Wayang kulit Lor Gunung berkembang di Banyumas karena banyak adipati Banyumas yang menjadi sentana dalem di kraton Surakarta Hadiningrat. Dalam perkembangannya, berdirinya sekolah seni seperti Konservatori dan Akademi Seni Karawitan Indonesia (ASKI) di Surakarta juga semakin mempertebal perkembangan gaya Surakarta di Banyumas. Adaptasi dari pakeliran gaya Surakarta di Banyumas melahirkan gagrag Lor Gunung. Hingga saat ini pakeliran Lor Gunung masih berkembang di hampir seluruh wilayah kultur Banyumas.

SERI KESENIAN LOKAL BANYUMAS: RENGGONG

Renggong; pertunjukan tari tradisional yang dilakukan oleh seorang wanita atau lebih sebagai imbas dari persebaran ragam tari tradisional dari wilayah Sunda. Spesifikasi terdapat pada ragam gerak dan musikal yang kental warna Sundanya. Pada akhir pertunjukan pemain mengalami intrance. Kesenian renggong pernah berkembang meluas di perbatasan wilayah kultur Banyumas dengan kultur Pasundan, terutama di Kabupaten Cilacap bagian barat seperti Rawaapu, Sidareja, Dayeuh Luhur dan sekitarnya.

SERI KESENIAN LOKAL BANYUMAS: RENGKONG

Rengkong; ritual mengangkut padi dari sawah ke rumah kediaman oleh beberapa orang dengan menggunakan pikulan bambu yang diberi lobang resonator, sehingga akibat gesekan antara tali pengikat padi dan pikulan menghasilkan jalinan bunyi yang mengarah pada aransemen musikal. Hingga saat ini rengkong masih berkembang di wilayah kecamatan Kedungbanteng, kabupateng Banyumas.

SERI KESENIAN LOKAL BANYUMAS: RINDHING

Rindhing; alat musik tradisional yang terbuat dari serat pohon pisang atau kulit pohon waru yang diletakkan di rongga mulut untuk dibunyikan melalui tiupan nafas. Rongga mulut berfungsi sebagai resonator, sehingga mampu menghasilkan bunyi dawai yang melengking tinggi. Rindhing pernah berkembang meluas di hampir seluruh wilayah kultur Banyumas dan sekarang masih dapat dijumpai di wilayah kecamatan Gumelar, kabupaten Banyumas dan kecamatan Karangpucung, kabupaten Cilacap.

SERI KESENIAN LOKAL BANYUMAS: RINGGENG

Ringgeng; musik tradisional dengan menggunakan gamelan besi dengan spesifikasi berupa instrumen-instrumen berbentuk bilah nada. Di dalamnya tidak terdapat instrumen pencon seperti halnya yang dijumpai pada gamelan pada umumnya. Instrumen-instrumen seperti bonang, kethuk, kenong dan gong keseluruhannya berbentuk bilah. Ringgeng pernah berkembang meluas di hampir seluruh wilayah kultur Banyumas dan sekarang masih dapat dijumpai di desa Somakaton, kecamatan Somagede, kabupaten Banyumas.

SERI KESENIAN LOKAL BANYUMAS: RODAD

Rodad; tari rakyat versi islami yang dilakukan oleh penari wanita dengan iringan berupa lagu-lagu islami dan lagu-lagu versi pop. Pada akhir sajian pemain mengalami intrance. Hingga saat ini rodad masih dapat dijumpai di kelurahan Pabuaran, kecamatan Purwokerto Utara, kabupaten Banyumas.

SERI KESENIAN LOKAL BANYUMAS: RONGGENG

Ronggeng; salah satu jenis tari rakyat pengaruh Sunda yang dilakukan oleh penari wanita. Ini mirip dengan yang dijumpai pada renggong. Letak perbedaannya adalah apabila renggong kental warna Sundanya, maka ronggeng lebih kental warna lokal Banyumasannya. Ronggeng sekarang lebih dikenal dengan istilah lengger dan masih berkembang pesat di hampir seluruh wilayah kultur Banyumas.

SERI KESENIAN LOKAL BANYUMAS: SINTREN

Sintren; seni pertunjukan rakyat serupa dengan lais, yaitu penari pria yang berdandan wanita dalam situasi sedang intrance. Apabila lais disajikan bersama-sama dengan sajian ebeg, maka sintren disajikan sebagai sajian mandiri. Sintren pernah berkembang di wilayah kultur Banyumas yang berdekatan dengan wilayah pantai utara pulau Jawa, seperti kecamatan Sumbang dan Baturraden (kabupaten Banyumas), karangreja (kabupaten Purbalingga). Sekarang sintren masih dapat dijumpai di wilayah kabupaten Pemalang, Tegal dan Brebes.

SERI KESENIAN LOKAL BANYUMAS: SLAWATAN JAWA

Slawatan Jawa; musik bernafas islami dengan perangkat berupa terbang Jawa. Semua pemain slawatan Jawa adalah laki-laki dewasa. Slawatan Jawa masih berkembang di hampir seluruh wilayah kultur Banyumas.

SERI KESENIAN LOKAL BANYUMAS: TUNDHAN BELIS

Tundhan/Tundhan Belis; jenis musik tradisional dengan menggunakan alat-alat dapur yang digunakan untuk mengusir setan atau memanggil kembali seseorang warga yang dibawa pergi oleh lampor atau kelong (sejenis setan yang suka membawa pergi manusia). Sajian musik dilakukan secara bebas sesuai dengan kehendak hati para penabuh dalam berimprovisasi. Tundhan belis pernah berkembang di hampir seluruh wilayah kultur Banyumas, tetapi sekarang sudah sangat jarang dijumpai.

SERI KESENIAN LOKAL BANYUMAS: UJUNGAN

Ujungan; ritual tradisional minta hujan dengan cara adu manusia. Ujungan merupakan adu manusia dengan properti berupa sebatang rotan. Pelaku ujungan adalah laki-laki dewasa yang memiliki kekuatan untuk menahan gempuran pukulan lawan. Sebelum beradu pukul, pemain ujungan menari-nari dengan iringan tepuk dan sorak-sorai penonton. Ritual ini hanya dilaksanakan pada saat terjadi kemarau panjang. Biasanya ujungan dilaksanakan pada akhir mangsa Kapat (pranata mangsa Jawa) atau sekitar bulan September. Dalam tradisi masyarakat Banyumas, ujungan dilakukan dalam hitungan ganjil misalnya satu kali, tiga kali, lima kali atau tujuh kali. Apabila sekali dilaksanakan ujungan belum turun hujan maka dilaksanakan tiga kali. Jika dilaksanakan tiga kali belum turun hujan maka dilaksanakan sebanyak lima kali. Demikian seterusnya hingga turun hujan. Ujungan masih berkembang di wilayah perbatasan kabupaten Banyumas, Purbalingga dan Banjarnegara, antara lain di wilayah kecamatan Somagede (kabupaten

SERI KESENIAN LOKAL BANYUMAS: WIRENGAN

Wirengan; pertunjukan tradisional berupa pethilan atau fragmen wayang orang. Pertunjukan dilakukan hanya meliputi satu adegan, seperti gara-gara, perang, pasihan, dan lain-lain. Wirengan pernah berkembang di hampir seluruh wilayah kultur Banyumas, tetapi sekarang sudah sangat jarang dijumpai.

SERI KESENIAN LOKAL BANYUMAS: BATIK

Batik; batik keberadaan batik di Banyumas sangat terkait dengan wilayah-wilayah kekuasaan yang berada di bawah kekuasaan Kasultanan Yogyakarta Hadiningrat maupun Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Di wilayah Banyumas terdapat beberapa sentra batik antara lain di Sokaraja, Banyumas, Purbalingga, dan Gumelem.

SERI KESENIAN LOKAL BANYUMAS: TATAH SUNGGING

Tatah Sungging; persebaran seni tatah sungging di Kasultanan Yogyakarta Hadiningrat maupun Kasunanan Surakarta Hadiningrat sampai juga di wilayah Banyumas yang melahirkan seni tatah sungging di wilayah ini. Hasil-hasilnya dapat dilihat dalam bentuk tatah sungging wayang, lukis kaca, kaligrafi dan lain-lain. Tatah sungging masih berkembang di desa Tanggeran kecamatan Somagede, desa Karangrau kecamatan Banyumas dan kelurahan Bobosan kecamatan Purwokerto Utara (kabupaten Banyumas).

SERI KESENIAN LOKAL BANYUMAS: SENI KRIYA

Kriya; seni kriya di Banyumas dapat dilihat pada barang-barang keperluan sehari-hari, barang-barang hiasan dan souvenir. Semua ini merupakan pengaruh dari perkembangan seni kriya di lingkungan kraton, khususnya di Surakarta dan Yogyakarta. Beberapa sentra kerajinan di wilayah kultur Banyumas antara lain: keramik Klampok dan pandhe besi Gumelem kecamatan Susukan (kabupaten Banjarnegara), keramik Lumbir, kerajinan bambu desa Piasa dam desa Kemawi kecamatan Somagede, kemasan dan bandol Karanglewas (kabupaten Banyumas), kerajinan gamelan Pesayangan (kabupaten Purbalingga), dan lain-lain.

SERI KESENIAN LOKAL BANYUMAS: WAYANG KULIT KIDUL GUNUNG

Wayang kulit Kidul Gunung; jenis wayang kulit yang dipengaruhi wayang kulit Kidang Kencana yang berkembang pada jaman Mataram. Pada mulanya, wayang kulit Kidang Kencana merupakan jenis wayang kulti yang digunakan sebagai media berlatih putra dalem, sehingga bentuk dan ukurannya lebih kecil daripada wayang yang digunakan untuk pementasan. Dalam perkembangannya, setelah Mataram runtuh, wayang Kidang Kencanan berkembang di wilayah Kedua, pantai selatan (pesisir) Jawa bagian barat hingga ke wilayah Banyumas. Di Banyumas jenis wayang ini bukan sekedar untuk berlatih, tetapi juga untuk pertunjukan. Sebagai sebuah adaptasi, di dalamnya terdapat penambahan-penambahan tokoh seperti Sarkowi, Lisun, Medem, Janaloka, Sarawita dan lain-lain. Hingga saat ini tidak ada lagi pengrajin wayang kulit yang secara khusus membuat wayang kulit gagrag Kidul Gunung. Untuk dapat memperoleh wayang kulit jenis ini dapat berhubungan dengan pengrajin tatah sungging di desa Tanggeran kecamatan Somagede, desa Karangr

SERI KESENIAN LOKAL BANYUMAS: WAYANG KULIT LOR GUNUNG

Wayang Kulit Lor Gunung; jenis wayang kulit pengaruh gaya Surakarta. Seperti halnya pada wayang kulit versi Kidul Gunung, di dalam versi Lor Gunung juga terdapat penambahan tokoh lokal seperti Sarkowi, Lisun, Medem, Janaloka, Sarawita dan lain-lain. Hingga saat ini tidak ada lagi pengrajin wayang kulit yang secara khusus membuat wayang kulit gagrag Lor Gunung. Untuk dapat memperoleh wayang kulit jenis ini dapat berhubungan dengan pengrajin tatah sungging di desa Tanggeran kecamatan Somagede, desa Karangrau kecamatan Banyumas dan kelurahan Bobosan kecamatan Purwokerto Utara (kabupaten Banyumas).

ASET WISATA LOKAL BANYUMAS MENUJU PASAR GLOBAL

A. Pendahuluan Pariwisata yang memiliki sifat multidimensi dan multisektor dirasakan punya pengaruh besar bagi banyak pihak sebagai sebuah multistakeholder. Pariwisata sudah menjadi industri, namun sektor ini sangat rentan terhadap beragam isu, dari sosial, politik, ekonomi, dan lingkungan fisik hingga kondisi keamanan negara. Pariwisata seringkali dipersepsikan sebagai mesin ekonomi penghasil devisa bagi pembangunan ekonomi di suatu negara tidak terkecuali di Indonesia. Namun demikian pada prinsipnya pariwisata memiliki spektrum fundamental pembangunan yang lebih luas bagi suatu negara. Pada saat ini pembangunan kepariwisataan pada dasarnya ditujukan untuk: 1. Persatuan dan Kesatuan Bangsa Pariwisata mampu memberikan perasaaan bangga dan cinta terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui kegiatan perjalanan wisata yang dilakukan oleh penduduknya ke seluruh penjuru negeri. Sehingga dengan banyaknya warganegara yang melakukan kunjungan wisata di wilayah-wilayah selain

ASET WISATA LOKAL BANYUMAS MENUJU PASAR GLOBAL

A. Pendahuluan Pariwisata yang memiliki sifat multidimensi dan multisektor dirasakan punya pengaruh besar bagi banyak pihak sebagai sebuah multistakeholder. Pariwisata sudah menjadi industri, namun sektor ini sangat rentan terhadap beragam isu, dari sosial, politik, ekonomi, dan lingkungan fisik hingga kondisi keamanan negara. Pariwisata seringkali dipersepsikan sebagai mesin ekonomi penghasil devisa bagi pembangunan ekonomi di suatu negara tidak terkecuali di Indonesia. Namun demikian pada prinsipnya pariwisata memiliki spektrum fundamental pembangunan yang lebih luas bagi suatu negara. Pada saat ini pembangunan kepariwisataan pada dasarnya ditujukan untuk: 1. Persatuan dan Kesatuan Bangsa Pariwisata mampu memberikan perasaaan bangga dan cinta terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui kegiatan perjalanan wisata yang dilakukan oleh penduduknya ke seluruh penjuru negeri. Sehingga dengan banyaknya warganegara yang melakukan kunjungan wisata di wilayah-wilayah selain tempat ting

ASET WISATA LOKAL BANYUMAS MENUJU PASAR GLOBAL

A. Pendahuluan Pariwisata yang memiliki sifat multidimensi dan multisektor dirasakan punya pengaruh besar bagi banyak pihak sebagai sebuah multistakeholder. Pariwisata sudah menjadi industri, namun sektor ini sangat rentan terhadap beragam isu, dari sosial, politik, ekonomi, dan lingkungan fisik hingga kondisi keamanan negara. Pariwisata seringkali dipersepsikan sebagai mesin ekonomi penghasil devisa bagi pembangunan ekonomi di suatu negara tidak terkecuali di Indonesia. Namun demikian pada prinsipnya pariwisata memiliki spektrum fundamental pembangunan yang lebih luas bagi suatu negara. Pada saat ini pembangunan kepariwisataan pada dasarnya ditujukan untuk: 1. Persatuan dan Kesatuan Bangsa Pariwisata mampu memberikan perasaaan bangga dan cinta terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui kegiatan perjalanan wisata yang dilakukan oleh penduduknya ke seluruh penjuru negeri. Sehingga dengan banyaknya warganegara yang melakukan kunjungan wisata di wilayah-wilayah selain tempat ting